Friday, September 11, 2009

BAB I , II & III

A. Latar Belakang

Manusia hidup tidak pernah lepas dari lingkungannya. Lingkungan yang baik akan membentuk watak dan pribadi penghuninya. Warga Karang Jongkeng, suatu blok (guthek) kecil di desa Pasiraman Kidul, Kecamatan Pakuncen, Kabupaten Banyumas merasakan peran yang besar atas wilayah itu untuk kemajuan warganya. Keterbatasan lahan, upaya peningkatan pendidikan, pencarian nafkah di luar untuk menjadi pegawai negeri, tentara/polisi dan swasta menyebabkan dari 9 keluarga inti pada masa penjajahan Belanda sampai sekarang (tahun 2009) selama 7 generasi telah berkembang menjadi lebih dari 150 rumah tangga yang tersebar di Pasiraman, Purwokerto, Jakarta dan sekitarnya, Bogor, Bandung, Yogya, Semarang, Magetan, Medan dan lain-lainnya.

Walaupun telah berkembang dalam jumlah yang begitu besar, masing-masing rumah tangga masih tetap bersatu dalam kelompok-kelompok keluarga kecil. Upaya untuk mempersatukan keluarga-keluarga tersebut belum dapat dilakukan secara efektif. Masing-masing kelompok tersebut memang masih merasakan sebagai warga Karangjongkeng dan pada umumnya mengadakan pertemuan keluarga seperti arisan dll. Untuk mempersatukan warga yang terpisah dalam kelompok-kelompok itu perlu dicari berbagai upaya untuk mempersatukan mereka yang terpisah-pisah tersebut. Salah satu upayanya adalah mencari informasi tentang Karangjongkeng dengan segala seluk beluknya sebagai pedoman dasar yang dapat dijadikan panutan kehidupan masa lalu dan perbaikan di masa datang.

Mempersatukan keturunan dapat meningkatkan pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat Karang jongkeng khususnya dan Desa Pasiraman pada umumnya. Bagaimana warga penerus akan mengenal Karang jongkeng dan isinya kalau tidak dinyatakan dalam bentuk tulisan. Tulisan ini juga dapat dijadikan pembelajaran bagi generasi mendatang untuk mengenal kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pendahulu dan menganalisisnya.Termasuk di dalamnya diantaranya adalah ungkapan rasa terima kasih kepada Karang Jongkeng dan seluruh isinya yang telah membesarkan keturunannya sehingga menjadi manusia yang berguna untuk nusa, bangsa dan agamanya.

Berbagai hambatan dalam rangka mempersatukan warga memang ada, terutama banyak warga yang seharusnya dapat dijadikan sumber informasi sudah mendahului kita. Saat ini tidak dapat lagi ditemukan generasi 1 dan 2 dan hanya sedikit warga dari generasi 3 seperti H. Tohir, Sirod, Sapingi, Salamah, Timah dll yang masih hidup. Generasi ke 4 pun beberapa orang sudah meninggal dunia seperti Warkiman, Marsiti, Chudori, Mashud dll. Mereka yang masih hidup dapat dijadikan sumber informasi. Oleh karena itu perlu segera diupayakan pengumpulan informasi secara sungguh-sungguh dan cepat, jangan sampai informasi tentang Karangjongkeng sejak penjajahan sampai sekarang itu hilang karena para pinisepuh yang sekarang masih hidup sewaktu- waktu dipanggil Sang Khalik.

Untuk lebih mengenal secara alami, dalam tulisan ini beberapa kata/istilah masih menggunakan istilah Karang jongkengan dan ejaan Jawa terutama yang menggunakan huruf d, dh, t, th seperti wedhi yang berarti takut sedangkan wedi berarti pasir dan senthir adalah sejenis alat penerangan zaman dahulu yang menggunakan bahan bakar minyak tanah. Beberapa ungkapan/istilah menggunakan bahasa lokal/Karangjongkengan agar kata/ungkapan/istilah tersebut dapat diingat kembali oleh para anak cucu.

Karya ini sedapat mungkin ditulis secara ilmiah berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipercaya keabsahannya/ilmiah, populer, cablaka dan penuh humor sehingga mudah diingat. Kebanyakan merupakan cerita dari mulut ke mulut dari warga yang masih hidup. Tulisan ini juga didasarkan jangka waktu dari masa ke masa seperti Masa Penjajahan Belanda (sebelum 1942), Masa Penjajahan Jepang (1942-1945), Masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan (1945 – 1949), Masa Pasca Perang Mempertahankan Kemerdekaan (1950 – 1965) dan Masa Pembangunan (mulai 1966 s/d sekarang) serta berdasarkan urutan geografi, demografi, seni budaya dan lain-lain. Pengalaman pribadi masa lalu baik yang positif maupun negatif merupakan pelajaran berharga bagi warga. Yang positif dipelihara/ditingkatkan dan yang negatif dibuang, maka untuk menambah khasanah materi, tulisan ini juga menerima masukan tentang pengalaman yang telah dijalani oleh para warga dalam kehidupannya dari dahulu sehingga sekarang.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang perkembangan Karangjongkeng sebagai dasar untuk ikut memiliki rasa keterkaitan keluarga besar dengan wilayah aslinya.

2. Tujuan Khusus
a. Memberikan informasi tentang sejarah singkat wilayah Karangjongkeng dan Pasiraman.
b. Memberikan informasi tentang kerumah tanggaan dan penyebaran warga Karangjongkeng
c. Memberikan informasi tentang kegiatan warga pada zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, zaman Perang Mempertahankan Kemerdekaan, zaman Pasca Mempertahanakan Kemerdekaan, dan zaman Pembangunan.
d. Memberikan informasi tentang perkembangan pendidikan umum maupun agama warga Karang jongkeng dan keturunannya.
e. Memberikan informasi tentang perkembangan sosial ekonomi warga.
f. Memberikan informasi tentang seni dan budaya warga Karangjongleng.
g. Memberikan informasi lainnya yang masih dianggap perlu atau ada relevansinya.

Bab II. INFORMASI SINGKAT SEPUTAR PASIRAMAN

Informasi tentang Pasiraman sangat penting bagi warga Pasiraman pada umumnya dan Karangjongkeng pada khususnya. Kalau kita semua mencintai desa leluhur maka harus mengenalnya. Pepatah menyebutkan ”kalau tak kenal maka tak sayang”. Oleh karena itu kita harus mengenal lebih dalam tentang Pasiraman. Mengenal Pasiraman berarti kita harus mengetahui keadaan fisik dan sejarahnya. Keadaan fisik meliputi lokasi, transportasi dan sosial budaya sedangkan sejarah Pasiraman meliputi asal usul nama Pasiraman, sejarah berdirinya dan perkembangannya. Sejarah Pasiraman dalam tulisan ini masih bersumber cerita dari mulut ke mulut. sehingga kalau ada yang tidak tepat perlu diluruskan.

A. Lokasi

Desa Pasiraman terdiri dari dua desa yaitu Pasiraman Lor dan Pasiraman Kidul. Walaupun terdiri dari dua desa, menurut riwayat dulunya adalah satu desa. Pasiraman termasuk wilayah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Pasiraman berbatasan dengan Desa Pekuncen, Desa Glempang dan Desa Tumiyang di sebelah utara, dengan Desa Banjaranyar di sebelah selatan dan barat serta Desa Karangklesem di sebelah selatan dan timur. Terdapat dua grumbul yang terpisah dari desa induknya yaitu Gombong Bolong yang masih di bawah administrasi pemerintahan Desa Pasiraman Lor dan Temempek yang masuk dalam adminsitrasi pemerintahan Pasiraman Kidul. Kedua grumbul tersebut terletak di timur desa induk.

Letak geografi Pasiraman yang berada di sentra Kecamatan Pekuncen, dapat dicapai secara mudah dari arah utara (Glempang, Pekuncen, Tumiyang), arah barat (Banjaranyar, Kranggan, Cikawung, Semedo, Karang kemiri dan Krajan), arah selatan dan timur (Karangklesem, Candinegara dan Cikembulan) menjadikan di desa ini pada waktu yang lalu merupakan tempat beradanya Sekolah Bestuur (Sekolah Rakyat) 6 tahun, lain dengan desa lain yang hanya memiliki Sekolah Ongko Loro (sampai kelas 3 saja).

Letak Pasiraman yang strategis dan untuk memenuhi kebutuhan warga didirikan pasar di depan masjid, di samping pasar yang sudah ada di Legok dan Ajibarang. Perdagangan sudah begitu maju, dimana terdapat toko-toko di sekitar mesjid yang bahkan dimiliki oleh pedagang etnis Cina seperti Kwee Lim Cai, Kwee Lim Sie, Lim Tio An, Lioe Tek Ho dll sehingga wilayah sekitar masjid menjadi ramai karena ada pasar dan toko-toko milik etnis Cina. Pasar di depan mesjid rupanya kalah bersaing dengan Pasar di Legok dan Ajibarang sehingga akhirnya tutup dan hanya tinggal kenangan. Pada zaman mempertahankan kemerdekaan etnis Cina ini memindahkan usahanya keluar dari Pasiraman dan di antara keturunannya ada yang semula berjualan rujak (Rujak Belong) dan telah berkembang menjadi toko makanan khas Purwokerto yaitu bu Sutrisno di Jl. Pramuka Purwokerto dan sampai sekarang bu Sutrisno tetap masih ingat sewaktu tinggal dan sekolah di Pasiraman seangkatan dengan Kisworo. Bu Sutrisno ini juga merupakan salah satu sumber informasi yang sangat penting.

Di Pasiraman pernah terdapat Kantor Kecamatan (di bekas Pendopo Kademangan Pasiraman Kidul) sebelumnya camat berkantor di Legok (dekat pasar). Terdapat pula Klinik, BPMD (sekarang Balai Penyuluhan Pertanian), Kantor Penerangan (Hoek depan Pendopo Kademangan Pasiraman Kidul), Bintara Onder Distrik Militer (BODM) sekarang Koramil (Hoek depan Pendopo), Pusat Komando Militer dalam operasi militer terhadap DI/TII (di bawah pimpinan Amir Patah), wilayah Banyumas Barat dengan menempatkan Resimen 13 Pamungkas Divisi Diponegoro dari Yogyakarta (Komandan Korem Overste Sardjono berdiam di rumah Madredja), Batalion 445 dan Batalion 448.

B. Transportasi

Alat transportasi perorangan zaman dahulu adalah sepeda, sedangkan alat transportasi umum terdiri dari dokar, bis dan kereta api. Untuk naik bis harus ke Parakansinjang dengan jalan kaki, yang selanjutnya dari Parakansinjang dapat melanjutkan ke arah Tegal, Bandung atau Purwokerto. Bila akan menggunakan kereta api harus jalan kaki ke setasiun Legok yang berjarak sekitar 700 m. Setasiun Legok dilewati kereta api Jakarta – Surabaya dan Solo/Yogya – Jakarta dan sebaliknya. Kereta ini merupakan kereta api ekspres yang tidak berhenti di setasiun Legok, kecuali kalau berpapasan (kruis) dengan sesama kereta ekspres. Hanya kereta api jarak pendek (sepur guder) yang berbahan bakar batubara (steencool) atau kayu jati dengan trayek Kroya - Prupuk yang berhenti. Suryono merupakan warga Pasiraman yang menjadi stoker di lokomotif kereta api guder ini. Tetapi maklum karena kereta ini dianggap tidak penting sering jalannya tidak sesuai jadwal. Misalnya untuk mengangkut anak-anak sekolah ke Purwokerto digunakan kereta guder dari Purwokerto menuju Patuguran biasanya lewat brug Kurung sekitar pukul 06.00 pagi. Tetapi sering terjadi kereta lewat brug Kurung diatas pukul 06.00 bahkan sampai pukul 07.00, tetapi tetap dianggap baru pukul 06.00 walaupun sudah pukul 07.00. Keadaan demikian kita terima saja karena hanya itulah sarana transportasi yang ada. Waktu itu ada dua jenis panutan waktu yaitu jam kereta api yang ditetapkan berdasarkan waktu kereta api lewat brug Kurung kapanpun kereta lewat dianggap pukul 06.00, dan jam radio yaitu saat mulai warta berita pukul 06.00 pagi.

Setelah ada sekolah SMP di Ajibarang, anak-anak pergi ke sekolah di Ajibarang berjalan kaki atau paling-paling naik power wagon yang kadang-kadang diplesetkan sebagai power wadon. Terus lanange ning endhi? Sekarang transportasi cukup mudah, bus mini jurusan Purwokerto – Cilongok - Ajibarang – Bumiayu (disingkat Barang Ayu Dilongok) dengan frekwensi cukup banyak dapat berhenti/turun di Ajibarang maupun Parakansinjang. Dengan mudahnya transportasi lewat jalan raya, pemanfaatan jasa kereta api menjadi berkurang. Apalagi sekarang ini jalan dari Ajibarang ke Tumiyang melewati Pasiraman sudah ditingkatkan menjadi aspal yang merupakan jalan alternatif bagi kendaraan yang akan menuju Bumiayu, Tegal dan Jakarta terutama bila terjadi kerusakan jalan antara Cikawung – Legok, yaitu dengan melewati Lamban, Pasiraman, Karangpundung, Legok terus ke Jatisari dan menyambung ke Bumiayu dan Tegal lewat jalan biasa.

C. Sejarah Ringkas dan Perkembangan Pasiraman

Sampai sekarang belum ada tulisan resmi tentang berdirinya Desa Pasiraman. Menurut cerita dari mulut ke mulut katanya Pasiraman sebelumnya bernama Karangwuni. Karangwuni merupakan sebuah dukuh (desa kecil) yang unik, kira-kira memiliki kisah sebagai berikut ini. Katanya sejarah Pasiraman terkait dengan kerajaan Mataram. Nama Mataram sudah ada sejak zaman dahulu, yaitu kerajaan Mataram tempo doeloe yang merupakan kerajaan Jawa terbesar pada jamannya, disamping Sriwijaya di Palembang yang dipimpin Syailendra. Kedua kerajaan tersebut merupakan kerajaan terbesar di Nusantara saat itu. Mataram lama didirikan dengan ibukota di Ratuboko (dekat Kalasan). Raja yang terkenal seperti Empu Sindok, Sanjaya, Dharmawangsa dan Erlangga yang kemudian memindahkan kerajaaan di Kediri. (Sumber : Sunarto, Mataram Kerajaan Besar di Jawa).

Pendiri Kerajaan Mataram baru adalah Panembahan Senopati. Mataram merupakan hadiah dari Sultan Hadiwijoyo atas keberhasilan Ngabehi Loring Pasar anak Ki Pemanahan yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Mataram tidak seperti daerah lain di pantai utara yang sudah maju seperti Demak dan Pati, tetapi masih merupakan hutan yang disebut alas Mentaok dan merupakan daerah pegunungan yang terbelakang. Oleh kepemimpinan Ngabehi Loring Pasar yang kemudian berganti namanya menjadi Sutowijoyo, Mataram dibangun menjadi daerah yang makmur dan berobsesi ingin menjadikan Mataram sejaya Mataram lama . Setelah merasa kuat, Sutowijoyo melepaskan diri dari kekuasaan Pajang (Sultan Hadiwijoyo/Djoko Tingkir).

Di bawah kekuasaan Panembahan Senopati hampir seluruh Jawa bagian tengah dan timur dapat dipersatukan kecuali Mangir yang akhirnya dapat ditaklukkan juga lewat perkawinan putri tertua Panembahan Senopati yaitu Puteri Pambayun dengan Ki Ageng Mangir. Panembahan Senopati mempunyai 3 orang putera : Yang paling sulung Raden Mas Kentol yang ditunjuk menjadi Adipati Demak, putera kedua Raden Mas Gatut yang ditunjuk sebagai Adipati Ponorogo dan yang ketiga Raden Mas Jolang. Tahun 1601 Panembahan Senopati wafat, sebagai pengganti ditunjuk Raden Mas Jolang yang tentu saja mengakibatkan kedua kakaknya (R. M. Kentol dan R. M Gatut) merasa tidak nyaman karena kedua kakaknya tersebut lebih tua. Setahun kemudian di Batavia didirikan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC orang Jawa menyebutnya Kumpeni). R.M. Jolang dapat memerintah dengan baik dan bergelar Sunan Prabu Anyokrowati dan meninggal pada 1612 karena suatu kecelakaan di Krapyak sehingga beliau diberi gelar Pangeran Seda Krapyak.

Sebagai pengganti R. M. Jolang ditunjuk R. M. Durya yang bergelar Pangeran Adipati Martapura tetapi tidak lama menduduki tahta karena menderita sakit jiwa. Kemudian pada 1613 diganti kakak sulungnya yaitu R. M. Rangsang seorang putera yang fisiknya luar biasa (badannya tinggi dan tegap serta dada bidang) yang kemudian bergelar Sultan Agung Anyokrokusumo. Pada pemerintahan Sultan Agung dengan menggunakan kepemimpinan tangan besi sebagian besar adipati di Jawa takluk padanya. Seluruh kadipaten di Jawa dengan tangan besi praktis sudah ada dalam genggamannya. Sultan Agung berjasa dalam menetapkan penanggalan yang menggabungkan kalender Jawa dengan kalender Islam. Berbagai upacara adat yang sampai sekarang masih dilakukan terutama di lingkungan Kesunanan Solo (Surokarto Hadiningrat) dan Kesultanan Yogyakarta (Ngayojokarto Hadiningrat). Sultan Agung menyandang gelar Senopati Ing Alogo Ngabdulrachman Panotogomo yang selain sebagai sultan yang memimpin wilayah juga merupakan pemimpin agama.

Tetapi VOC semakin kuat dan pada 1610 mendirikan lodge/loji/perwakilan dagangnya di Jepara sehingga membahayakan Mataram. Pada 1618 kantor perwakilan VOC di Jepara yang dipimpin oleh Steven Doenssen dengan beraninya dibakar oleh pasukan Sultan Agung. Gubernur Jenderal waktu itu Jan Pieterszoon Coen atau biasa disebut oleh orang Jawa waktu itu sebagai Mur Jangkung marah besar. Sultan Agung bertutut-turut menaklukkan Lasem (1616), Pasuruan (1617), Pajang (1617). Tuban (1619), menyusul Madura (1924), kemudian Surabaya dan Wirasaba. Tahun 1628 Mataram menyerbu VOC di Batavia dengan strategi perang yang baik yaitu dengan membuat lumbung-lumbung padi di Karawang, Bekasi dll karena diperkirakan bahwa perang akan berlangsung lama. Para adipati di Jawa berdiri di belakang Sultan Agung seperti Dipati Ukur dari Bandung, Adipati Baurekso dari Jepara dan lain-lain. Tetapi karena kalah dalam persenjataan, Mataram mengalami kekalahan. Tahun 1645 Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Kotagede. (Sumber : DR. H. J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, Grafitpers 1986))

Sebagai pengganti ditunjuk puteranya Amangkurat I yang setelah naik tahta langsung mengikat perdamaian dengan Kumpeni, karena menurutnya meneruskan perang dengan Kumpeni sudah tidak ada lagi gunanya. Perjanjian dengan Belanda tahun 1646 menetapkan bahwa pemerintah Belanda mengakui sultan sebagai penguasa atasan dalam nama dan berjanji mengirimkan duta setiap tahun serta membawa hadiah yang banyak kepada pemerintahannya. Pemberian ini menjadi sumber penghasilan bagi sultan, tetapi sultan memperlakukan duta-duta Belanda tidak wajar misalnya duduk di tempat terbuka dan menunggu beraudiensi dengan sultan selama berjam-jam. Bahkan Belanda diminta membawa hadiah lebih banyak lagi. Kuda dari Persia didatangkan dan pada 1652 Kumpeni memberikan dana sebesar 60.000 gulden, sebaliknya Kumpeni menerima beras dan kayu dari sultan yang memang sangat diperlukan. Kekejaman dan kelicikan sultan terhadap orang lain semakin menjadi-jadi, bahkan dilakukan dengan keluarga dekatnya sendiiri. Tumenggung Wiroguno misalnya, merupakan salah satu korban pembunuhan sultan. Sultan juga menganggap para ulama terlalu ikut campur dalam urusan negara menyebabkan Sultan mulai menaruh kebencian terhadap ulama-ulama. Sultan memerintahkan sebagian besar ulama di Jawa untuk datang menghadapnya, kemudian tentara mengepung mereka dan diperkirakan 6.000 orang dari keluarga ulama itu dibunuh. Benar-benar sultan tidak mewarisi ayahnya yang bergelar ...... sayiidin panatagama ......., gelar sultan ditolaknya dan diganti dengan gelar Jawa yaitu ...... susuhunan. Demikianlah pemerintahannya mendapatkan reaksi keras terhadap pertumbuhan islamisasi dalam masyarakat Jawa. Di lain pihak dia berupaya sekeras mungkin membatasi kekuasaan raja-raja bawahannya dan menciptakan kontrol pribadi di seluruh wilayahnya. Semua ini menimbulkan ketidak puasan di kalangan para pengikutnya. Salah satu bentuk ketidak puasan dilakukan oleh Pangeran Trunojoyo dari Madura dengan melakukan pemberontakan terhadap Mataram. (Sumber : Bernard H. M. Vlekke : Nusantara – Sejarah Indonesia, Kepustakaan 2008).

Dengan balatentaranya yang tangguh, Trunojoyo menyerbu Mataram. Amangkurat I berniat meminta bantuan dan perlindungan Gubernur Jenderal Kompeni di Batavia, sehingga raja beserta para prajurit pengawalnya yang setia menyingkir ke arah barat selama berminggu-minggu melalui hutan belukar yang dipenuhi pohon kayu besar dan binatang buas. Perjalanan ke barat diteruskan karena Trunojoyo terus mengejar. Kata orang, dalam keadaan hujan dan panas waktu itu perbekalan pangan sudah semakin tipis, banyak prajurit pengawal sakit bahkan meninggal. Sampai di suatu desa keadaan sangat menyedihkan dan para pengawal sudah pada lemas dan terasa les-lesan. Demikian pula raja Amangkurat I sudah sangat lemah. Sebagai tanda peringatan maka desa di mana rombongan raja merasa lemas/les-lesan, dinamakan desa Lesmana. Raja sudah merasa bahwa ajal sudah dekat sehingga beliau berpesan/wasiat “ Upamane mengko ingsun seda, ingsun siramana neng panggonan sing akeh banyune tur bening kinclong-kinclong lan ingsun sarehna ana ing lemah sing gandane arum”. Dalam keadaan sangat lemah, lapar dan haus raja Amangkurat I beserta pengawal setianya meneruskan perjalanan ke barat dan akhirnya meninggal dunia pada 1677 di suatu tempat sebelum desa Cukang.

Sesuai dengan wasiat raja, para pengawal setianya berusaha mencari air yang kinclong-kinclong untuk memandikan/menyiramkan jenazah. Di suatu tempat, para pengawal begitu lemah dan haus dan untuk menghilangkan dahaga minta air pada penduduk tetapi tidak diberi sehingga desa tersebut disumpah akan kesulitan mendapatkan air, air akan menjadi barang yang langka dan desa itu dinamakan Ajibarang. Para pengawal yang mencari air dan tanah yang harum melanjutkan perjalanan ke arah barat daya dan di suatu desa kepada penduduk pengawal minta air, dan oleh penduduk itu pengawal dipersilahkan untuk memotong akar pohon dekat rumahnya. Benar begitu dipotong keluarlah airnya dalam jumlah yang cukup banyak. Setelah kejadian itu tempat tersebut dikenal dengan nama Desa Pancasan yang diambilkan dari kata mencas/mencos . Para pengawal meneruskan perjalanan ke utara akhirnya menemukan air yang dicari itu di sebelah timur Kali Kawung di desa Legok. Kemudian jenazah Amangkurat I dibawa ke desa sebelah selatan Legok yang relatif lebih datar dan dekat sungai yang bening airnya yaitu desa Karangwuni. Jenazah disiram dengan air yang ditemukan di desa Legok tersebut. Setelah itu jasad Sunan Amangkurat I kemudian dibawa dan dimakamkan di tempat yang tanah tegalan yang harum sesuai dengan wasiatnya yaitu di daerah Tegal yang kemudian diberi nama Tegalarum.

Sebagai pengganti Amangkurat I diangkat Amangkurat II. Untuk mengekspresikan kebencian terhadap Trunojoyo Sunan Amangkurat II menyusun tembang :

Dempo talu tameng
Trunojoyo numpak celeng
Keris bengkung, tumbak bengkung
Trunojoyo ditelikung
Ciyet ciyet Trunojoyo dibebencet (mak klekek).

Akhirnya Trunojoyo dapat dibunuh oleh Kompeni dan sebagai rasa gembira diiringi tembang di atas.

Sementara itu sisa rombongan pengawal almarhum Sunan Amangkurat I setelah pemakaman Amangkurat I kembali ke Mataram untuk melaporkan seluruh kejadian yang telah dialami kepada Sunan Amangkurat II. Sunan Amangkurat II memutuskan dan memerintahkan suatu rombongan baru yang lengkap dengan para nara prajanya untuk pergi ke dukuh Karangwuni untuk menyatakan terima kasih kerpada warga dukuh yang membantu memandikan (menyiram) jenazah Sunan Amangkurat I, sekaligus memberikan nama baru dukuh Karangwuni menjadi Pasiraman (asal kata dari pesiraman yang berarti tempat menyiram/memadikan) dan meningkatkan statusnya dari dukuh menjadi kademangan yang langsung di bawah Kerajaan Mataram berupa desa perdikan yang dipimpin oleh seorang demang yang masih termasuk dalam kerabat keraton dengan gelar raden. Untuk menjaga sumber air yang digunakan untuk memandikan jenazah Amangkurat I, ditunjuk abdi dalem lain untuk menjaga tempat (cungkub) tersebut sebagai juru kunci, dan desa Legok dirubah namanya menjadi Pekuncen Demang yang menurut cerita terkenal adalah Demang R. Kramayuda karena bijaksana dalam memimpin kademangan dan sangat dekat dengan warganya.

Kepemimpinan Demang bersifat turun temurun. Desa dibangun meniru bangunan ibu kota Mataram yaitu Plered dimana ada jalan dan bangunan. Pasiraman menjadi ramai termasuk kedatangan pedagang Cina untuk menghidupkan perekonomian desa. Sejarah Kademangan Pasiraman kemudian menjadi unik. Sampai saat ini tidak ditemukan sejarah Pasiraman yag dapat dipercaya, namun sejarah didapatkan dari cerita mulut ke mulut. Suatu saat mau tidak mau kademangan harus dibagi menjadi dua karena demang memiliki dua putra lelaki, yang masing-masing akhirnya minta diberi kekuasaan sehingga kademangan dibagi menjadi dua yaitu Kademangan Pasiraman Lor dan Kademangan Pasiraman Kidul. Cara pembagian wilayah dan penduduk terasa unik di mana warga Pasiraman Lor ada yang tinggal di Pasiraman bagian selatan dan sebaliknya., seperti Bau Talab yang merupakan bau Pasiraman Lor tempat tinggalnya di Ciblawong yang berbatasan dinding dengan kediaman Demang Pasiraman Kidul. Sebaliknya rumah Dulrokhim yang warga Pasiraman Kidul tinggalnya di wilayah utara (Pasiraman Lor). Ada pula warga Pasiraman yang tinggal di desa Pekuncen yang diberi tanggung jawab sebagai juru kunci makam keluarga kademangan. Yang aneh juga adalah Desa Pasiraman Kidul berbatasan di sebelah utara dengan desa Pekuncen. Logikanya perbatasan selatan desa Pekuncen adalah desa Pasiraman Lor. Cara pembagian menjadi Pasiraman Lor dan Pasiraman Kidul ini kelihatannya bukan berdasarkan wilayah tetapi kemauan warganya secara sendiri-sendiri. Kalau demikian maka pembagian wilayah dan warganya besar kemungkinan didasarkan atas apa yang disebut sekarang sebagai ”referendum” dimana tiap keluarga bebas memilih siapa pemimpin yang akan dipilihnya. Kalau demikian maka refendum pertama di Indonesia ini boleh jadi dilakukan di Pasiraman.

Sebagai desa perdikan, Pasiraman berbeda dengan desa lain di Distrik Ajibarang. Demang sebagai kepala desa perdikan bersifat turun temurun dan sebagai abdi dalem berhak memakai gelar Raden (untuk perempuan Raden Ajeng bila masih muda dan Raden Nganten bila sudah dewasa). Kademangan merupakan pusat pemerintahan dan rumah tinggal Demang. Bangunan kademangan meniru pola rumah kabupaten yaitu menghadap ke laut kidul, di depannya ada halaman yang luas, ditengah-tengah ada taman dan di depannya ada masjid. Mula-mula kademangan Pasiraman Lor dan Kidul bentuknya sama/paralel. Dari mesjid dibangun jalan menuju ke utara ke arah gerbang Kademangan Pasiraman Lor. Setelah gerbang, di kanan dan kiri jalan ditanam pohon pakis (pohon ancur) yang menghasilkan lem. Selanjutnya terdapat tanaman lain seperti cengkeh dan jambu thokal. Menjelang bangunan kademangan jalan terpecah menjadi dua, yang kekanan menuju garasi mobil sedang yang kekiri menuju gardu jaga. Kanan dan kiri wilayah gedung kademangan dibatasi dengan tambleg. Tambleg membatasi sebelah timur dengan jalan menuju Legok / Ajibarang sedang sebelah barat tamblegnya membatasi wilayah Denasri. Gedung Kademangan Pasiraman Lor cukup tinggi dari halaman depan dengan tangga setinggi lima trap sehingga kalau Demang berdiri di pendopo akan kelihatan dari halaman. Pendopo ini selain dijadikan tempat siniwoko para bawahan yang akan menghadap tetapi juga untuk menerima tamu. Pada perkembangan selanjutnya digunakan untuk tempat pertunjukan, khususnya pada waktu ada hari-hari besar seperti perayaan tujuh belasan. Kethoprak seperti Bandempo dan orkes kroncong sering dipergelarkan di sini. Ibu-ibu dan para pemudi sering memperdengarkan panembromo diiringi gamelan lengkap seperti gambang, kendang, saron, slenthem, gender, kenong, gong dll. Guru Dikin merupakan penabuh gambang yang handal. Bahkan di halaman yang luas dibangun tobong. Pokoknya kalau ada acara di Kademangan Pasiraman Lor pasti masyarakat baik yang berasal dari Pasiraman maupun luar Pasiraman berlimpah ruah menyaksikan berbagai pertunjukan. Keramaian ini memberi keuntungan pada masyarakat karena masyarakat juga berpartispasi meramaikannya termasuk berjualan seperti kupat tahu, pecel dll.

Untuk keperluan mandi dan cuci, di Kademangan Pasiraman Lor pernah dibuat ledeng buatan sendiri. Kademangan Pasiraman Kidul mirip dengan Pasiraman Lor terletak di sebelah timur Sekolah Bestuur, jalan ke utara setelah perempatan ada jalan ke timur ke arah mesjid sedang ke arah barat menuju Kebon Gedang Lor. Wilayah kademangan Pasiraman Kidul juga dibatasi dengan tambleg. Dalam perkembangan selanjutnya Kademangan Pasiraman Kidul dipindahkan ke sebelah utara Klinik., bangunan tidak lagi menghadap ke laut tetapi menghadap ke barat ke arah Parakansinjang, dan bangunannya seperti bangunan kelurahan desa yang lain.

Sebagai kademangan, administrasi pemerintahan berjalan dengan baik. Berbagai lembaga didirikan untuk mendukung pemerintahan seperti ditunjuknya carik (sekretaris kademangan), bau (kepala wilayah), pengulu, kulisi, kebayan, lebe, marbot, mantri lumbung (untuk menjamin bahwa logistik bahan makanan khususnya beras cukup), mantri pasar, yang kebanyakan masih kerabat demang dengan panggilan mas (bagi laki-laki), mas loro (bagi perempuan muda) dan mas ajeng (bagi perempuan dewasa), juga ditunjuk sopir (sofeer). Untuk melayani kesehatan rakyat dibangun sebuah Klinik alias Balai Pengobatan. Inspeksi/pengawasan atas jalannya pemerintahan dilakukan oleh demang. Dengan bersepeda dan menggunakan topi gabus demang keliling (kelalar) desa. Salah satu kegiatan kebersihan desa (kerigan) secara rutin dilakukan untuk membersihkan jalanan,.tambleg dan rolak sehingga jalanan tetap kelihatan bersih. Beberapa istilah sebagai tanda bekas kademangan masih ditemui seperti istilah Kebon Dalem, Wangan Dalem dan Serang di Kebon Gedang.

D. Pendidikan dan Sejarah Perjuangan Warga Pasiraman

Dalam rangka pelaksanaan politik etis Pemerintah Hindia Belanda di setiap desa di Onder District Pekuncen didirikan sekolah Ongko Loro (3 tahun) dengan guru tamatan CVO (Coersoes voor Onderwijzer) dan tamatannya dimanfaatkan untuk menjadi guru bantu dan pegawai negeri di desa-desa. Sekolah Ongko Loro di Pasiraman Kidul dibangun di sebelah utara Kademangan Kidul di sebelah barat Kali Sapi (samping rumah Mahmuddin sekarang)., sedang di Pasiraman Lor dibangun di belakang Kademangan Pasiraman Lor (dekat rumah Brahim Gembus/Suwedi, sebelah barat kantor desa sekarang). Hanya Sekolah Ongko Loro di Pasiraman yang ditingkatkan menjadi Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun yang waktu itu disebut Bestuur School sehingga murid-murid banyak yang berasal dari desa yang belum ada SR 6 tahunnya seperti Pekuncen, Glempang, Tumiyang, Kranggan, Banjaranyar, Karangkemiri, Krajan, Karangklesem, Cikawung dan Candinegara. Gurunya pun ditingkatkan harus tamat Normaal School (4 tahun) bahkan ada yang tamat dari Kweek Scool yang kebanyakan berasal dari keluarga ningrat. Para guru, pamong desa dan pelayan kesehatan akhirnya menjadi kelompok elite/intelektual dan kelak ditinjau dari kehidupan sosialnya kebanyakan menjadi kelompok abangan yang pada dasarnya adalah penganut Islam yang kurang melaksanakan syariah Islam bahkan banyak yang menganut aliran kebatinan. Sedangkan kelompok lain yang melaksanakan syariah Islam disebut kelompok putih atau kaum sarungan terdiri para santri yang mengikuti bimbingan para kiai. Tidak semua tamatan CVO, Normaal School dan Kweek School menjadi guru. Beberapa mereka ada yang sukses di bidang lain seperti pertanian, pemerintahan (Lurah dan Carik Tumiyang), juru penerang, kesehatan dll bahkan Kocosukarto yang tamatan Kweek School menjadi wedono, kemudian menjadi Bupati Purbalingga. Alat pembelajaran di sekolah sampai dengan sekitar tahun 1960 masih menggunakan sabak (batu tulis) dan grip (alat tulis). Tulisan di atas sabak tersebut dihapus dengan air atau pelepah rumput yang basah. Sulitnya kalau gripnya jelek tulisan tidak dapat dihapus. Guru-guru memakai tulpen dengan mencelupkan (nutulkan) ujung pena ke tinta kemudian menulis di atas kertas. Di depan meja guru biasanya disediakan penggaris (mistar) untuk membuat garis, atau menunjuk sesuatu tetapi kadang-kadang dipakai untuk nggebug siswa yang nakal untuk memberikan pelajaran. Tetapi sejauh ini tidak ada yang luka karena digebug pak guru.

Para penjajah dari Eropa seperti Inggeris, Spanyol, Belanda, Perancis dan Portugis sudah kaya raya dengan memeras jajahannya di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Mereka kurang waspada bahwa ada kekuatan di Asia mulai muncul yaitu Jepang. Pada 1905 Jepang berhasil menghancurkan benteng terkuat Rusia di Port Harbin dan terus memperkuat angkatan perangnya. Perang Dunia I meletus pada 1919 mengakibatkan kekuatan angkatan perang Inggeris, Spanyol, Belanda, Perancis dan Portugis terkonsentrasi di negara masing-masing di Eropa. Perang Dunia I mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar dari negara-negara di Eropa dan seluuruh dunia yang disebut zaman malaise. Tidak demikian dengan Jepang. Industri makin maju dan barang-barang buatan Jepang mulai membanjiri Asia. Jepang mulai angkat bicara. Sebagai kekuatan di Asia, Jepang memerlukan bahan-bahan mentah (hasil pertanian, minyak dan hasil tambang lainnya) yang banyak terdapat di Asia khususnya Indonesia, untuk memodernisasi negaranya. Di lain pihak Jepang terus memodernisasi angkatan perangnya. Perang Dunia II meletus pada 1939, dan dalam waktu pendek Jerman dan Italia hampir menguasai seluruh Eropa kecuali Rusia dan Inggris.

Jepang mulai mempropagandakan slogan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Saudara tua Asia. Propaganda ini termakan oleh para pemuda Indonesia yang mengharapkan Jepang dapat membantu memerdekan Indonesia lepas dari penjajah Belanda. Pada 7 Desember 1941 tanpa diduga-duga Armada Amerika Serikat di Timur (Armada VII) di Pearl Harbour Hawaii dibombardir Angkatan Laut Kerajaan Jepang dan hancurlah kekuatan Amerika Serikat yang dibanggakan itu. Pada 8 Desember 1941 Belanda mengumumkan perang terhadap Jepamg. Berikutnya Korea, Taiwan, Cina dan Philipina diserang Jepang dan negara-negara tersebut dapat diduduki. Pada 1942 mendaratlah balatentara laut Jepang di Banten, dan Gubernur Belanda di Batavia A. W. L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer lari ke Australia. Balatentara Jepang tidak mengalami perlawanan yang berarti dari pasukan Belanda. Belanda menyerah secara tidak bersyarat dalam suatu upacara di Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942.

Menjelang berakhirnya kolonialisme Belanda, beberapa orang dari kelompok abangan terjun kedalam kegiatan politik praktis, yaitu mendirikan cabang Partai Indonesia Raya (PARINDRA) dan perkumpulan pemuda yaitu Suryawirawan. Kelompok Santri juga tidak mau ketinggalan membentuk gerakan Nahdlatul Oelama (NO) dengan sayap pemudanya PEMUDA ANSOR. Kelompok-kelompok pemuda ini memang sudah termakan propaganda Jepang yang menawarkan slogan 3 A nya. Janji manis tersebut disambut dengan rasa gembira oleh seluruh rakyat yang sudah lama menderita di bawah penjajahan Belanda. Ternyata janji Jepang kosong belaka. Anak sekolah disuruh taiso, nyanyi Jepang dan hormat kepada Kaisar, pemuda diminta baris berbaris, rakyat diminta menanam pohon jarak, para perempuan disuruh menghibur balatentara Jepang dan pemuda yang masih gagah dijadikan romusha untuk membuat jalan dan jembatan di dalam negeri maupun di luar negeri.

Keadaan demikian mendorong tumbuhnya nasionalisme di awal kemerdekaan Republik Indonesia. Kalangan pemuda dari kaum abangan mendirikan PESINDO dan ada pula yang bergabung dengan BPRI karena pengaruh pidato Bung Tomo yang sangat heroik itu. Kaum santri tidak mau ketinggalan, Pemuda Anshor mendirikan Hisbullah. Pengaruh dari Tebu Ireng, mereka membuat bambu runcing yang disebut granggang ampel gading yang terbuat dari bambu ampel gading. Pernah terjadi clash antara kaum abangan dengan kaum santri menjelang serbuan Belanda ke Purwokerto. Kaum santri dengan menggunakan parang, batu dsb menyerbu sebuah warung/toko yang diduga menjadi sarang perjudian dan molimo. Bentrok fisik terjadi sehingga timbul korban yang luka. Para penyerbu ditangkap polisi, dibawa naik motor jodangan dilandraat di Purwokerto dan divonis kurungan dan baru bebas menjelang Agresi I. Pengaruh peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya sangat terasa. Demikian pula peristiwa Bandung Lautan Api telah menghidupkan api dan mengobarkan semangat perjuangan para pemuda. Lagu-lagu perjuangan karya Ismail Marzuki, seperti Sepasang Mata Bola, Bandung Lautan Api, Kopral Jono, Sersan Mayorku, Sampul Surat, Jembatan Merah dll sangat disukai para pemuda untuk membangkitkan semangat perjuangan. Di kalangan pemuda juga dikenal lagu Oh mama aku minta kawin. Oh mama aku minta kawin. Kawin dengan siapa ? Dengan anaknya tukang gado-gado. Ini barangkali ekspresi pemuda yang sudah lama berjuang di hutan-hutan yang merindukan belaian wanita. Dalam Perjanjian Linggarjati, Pasiraman tetap masuk Republik Indonesia. Kondisi sosial ekonomi masyarakat tetap memprihatinkan. Waktu Bung Karno hijrah ke Jogja menggunakan kereta api, rombongan dicegat dan berhenti di setasiun Legok, tetapi karena Bung Karno kecapaian maka tidak dapat menyampaikan pidato diganti oleh Menteri Wikana.

Perjanjian Linggarjati dilanggar oleh Belanda dengan melancarkan perang Agresi I (Belanda menyebutnya aksi polisionil karena menganggap Indonesia masih merupakan bagian dari negeri Belanda). Purwokerto diserbu dari dua arah yaitu dari utara melalui Pemalang dan Purbalingga, sedang dari barat melalui Tegal, Bumiayu dan Ajibarang. Beberapa orang yang diduga merupakan mata-mata Belanda dibunuh para pemuda. Pemuda juga memusnahkan sisa-sisa perkebunan Belanda dan menyerbu orang-orang Cina. Untuk menghindari Gedung Sekolah Bestuur dijadikan Maskar Tentara Belanda maka pemuda dan pejuang membakar gedung sekolah tersbut. Dalam waktu yang singkat Pasiraman sudah dijadikan daerah pendudukan tentara Belanda. Warga mengungsi (evakuasi digampangkan menjadi pakuasi atau istilah lokal ngili) ke timur. Setiasih lahir di rumah Kartadja Tipar Karangklesem. Yang mengherankan sebagian warga dari Blok Jero Tengah mengungsi ke Semedo/Gancang padahal harus melewati jalan raya yang merupakan akses patroli Belanda dari Bumiayu ke Purwokerto. Agresi I tidak mampu memadamkan api perjoangan pemuda Indonesia, sehingga dilakukan perjanjian Renville yaitu perjanjian antara Indonesia dan Belanda di atas kapal Renville dan menghasilkan perjanjian Renville yang menetapkan wilayah baru Republik Indonesia, dan Banjarnegara ditetapkan sebagai garis van Mook yang merupakan perbatasan wilayah barat RI. Hal ini tidak diterima pihak pemuda sehingga Belanda menyerbu kembali ke Indonesia sebagai Agresi II. Pasiraman dikuasai kembali secara penuh oleh Belanda. Ada kelompok pemuda yang tidak mau mematuhi perjanjian Renville dan tidak mau pindah ke Yogya dan menamakan diri Gerakan Rakyat Daerah Pendudukan (GERDAP).

Para pejuang mencoba membendung laju balatentara Belanda dengan menggali jalan aspal dengan linggis dan cangkul, tetapi sangat mudah dilewati tentara Belanda yang menggunakan traktor, tank dan truk. Pekuncen ditetapkan sebagai daerah tanggung jawab Polisi (Politieke Inlichtingen Dienst/PID).yang markasnya ditempatkan di Parakansinjang. Bahasa Belanda diperkenalkan di SR. Untuk menarik simpati warga, Belanda (pemerintah RECOMBA) mendirikan toko distribusi sembako di Pasiraman di mana rakyat diberikan sembako seperti tekstil, susu, roti dan lain-lain secara gratis. Tetapi toko tersebut diserbu GERDAP sampai ludes barang-barangnya. Usaha Belanda dengan pembagian sembako dihentikan, setasiun Legok dijadikan markas. Brug Kali Mbawang ditempati agar mudah mengontrol gerakan pejuang. Tentara Belanda kemudian ditarik untuk persiapan aksi polisionil II (Agresi II) sehingga yang ada hanya Polisi Belanda/DP.

Perjanjian Renville Desember 1948 dilanggar Belanda, dan Republik Indonesia diserbu lagi. Para pejuang melawan dengan senjata seadanya. Warga Pasiraman mengungsi ke Kedunggandu, Jurangmangu, Tumiyang Udik dan Kuthiyang. Rumah kadang-kadang harus ditengok karena banyak ayam yang masih ditinggal, padahal untuk menuju ke Pasiraman harus melalui akses yang dilalui patroli Belanda atau Polisi yang dikenal masyarakat sebagai DP. Para DP ini selalu mengawasi akses penting seperti rel kereta api dan jalan penghubung seperti Brug Abang. Pernah suatu ketika waktu akan melihat rumah lewat sawah, ada orang berteriak ........ patroli........ dan ternyata memang benar terdengar suara tembakan senapan Thomson DP. Bukan main ngerinya. Sewaktu di Tumiyang Udik Belanda berusaha mengejar TP (Tentara Pelajar) dan Hisbullah yang menyebabkan dua anggota TP gugur. Anak-anak yang masih sekolah sempat merayakan tujuah belasan di Kuthiyang. Salah satu atraksi yang dipertunjukkan adalah pelepasan balon oleh para pejuang/TP. Sebelum mengungsi sempat melihat pasukan Siliwangi di bawah komando Kolonel Sadikin yang sedang mengadakan long march/pindah/hijrah ke daerah RI (Yogyakarta). Belanda (DP) tidak berani menyerang karena senjata Siliwangi lengkap. Malam berikutnya Belanda datang sambil membawa anjing herder dan mampir di Karang Jongkeng. Pesawat Dakota dari Angkatan Udara Kerajaan Belanda (Militaire Luchtvaart van Koninlijk Nederlande Indische Leger – ML KNIL) (Sumber : Seabad Penerbangan : Apresiasi dari TNI=AU, 2003) berputar-putar di atas Pasiraman menyebarkan pamflet yang isinya menyatakan bahwa ” Soekarno Hatta sudah ditangkap dan Republik sudah hancur” dan memperlihatkan foto Bung Karno dan Bung Hatta sewaktu dibuang ke Bangka. Perjanjian Roem Van Royen mengakhiri perang sampai dengan penyelenggaraan Konferensi Meja Budar (KMB). Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS), di mana Republik Indonesia (Yogyakarta dan sekitarnya) menjadi salah satu negara bagiannya.

Demang terakhir Kademangan Pasiraman Lor adalah Demang R. Suwarno sedangkan Kademangan Kidul adalah Demang R. Sumandar yang berakhir dengan merdekanya Republik Indonesia. Kedua pimpinan kademangan tersebut kemudian ditetapkan menjadi lurah karena dengan Indonesia merdeka tidak ada lagi demang.Pada waktu pemerintahan desa Pasiraman Lor berada di bawah Demang R. Slamet terdapat inovasi/kemajuan yang luar biasa. Dibangun jaringan listrik tenaga air (Pembangkit Tenaga Mikro Hidro) dengan membendung wangan kecil (Kali Sapi) untuk dijadikan sumber tenaga listrik dengan menggerakkan turbin. Untuk beberapa lama Pasiraman memang terang dan didirikan penggergajian kayu (panglong). Namun jaringan listrik tenaga mikrohidro ini tidak dapat bertahan lama karena sumber airnya kurang mencukupi. Memang waktu pendiriannya tidak ada feasibility study (studi kelayakan ) lebih dahulu apakah sumber airnya cukup untuk membangkitkan generator terutama pada musin kemarau. Pasiraman juga pernah menjadi tempat latihan pertanian (landbouw) pindahan dari Klampok, tetapi kemudian pindah kembali ke Klampok. Pada tahun tujuh puluhan R. Sugoto membangun jaringan listrik tenaga diesel secara terbatas termasuk Karangjongkeng ikut terang benderang di malam hari.

Ahmad Dahlan merupakan seorang warga Karang Jongkeng yang dipilih secara demokratis oleh seluruh rakyat Pasiraman Kidul menjadi lurah pertama setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Ini berarti Karang Jongkeng pernah tercatat memberikan putra terbaiknya untuk memimpin desa.


E. Seni dan Budaya

Seperti halnya di Pulau Jawa pada umumnya, komunitas di Pasiraman juga terbagi atas dua kelompok yaitu Kelompok Abangan dan Kelompok Santri (Kaum Sarungan). Kelompok Abangan terdiri dari keluarga kademangan dan jajarannya yang mempertahankan nilai-nilai dan budaya tradisional Jawa, sedangkan Kelompok Santri yang mengembangkan budaya tradisional Islami.
1. Budaya Kelompok Abangan
Mengembangkan nilai dan budaya Hindu Jawa seperti wayang orang, tarian, panembromo dll. Pementasan diadakan di Pendopo Kademangan Pasiraman Lor. Pendopo ini memang tepat menjadi tempat pementasan karena letaknya yang tinggi (2 meter dari tanah) dengan ukuran yang cukup luas didepannya terdapat lapangan dengan luas sekitar 3 hektar sehingga tontonan dapat dilihat dari jauh. Instrumennya adalah gamelan yang terdiri dari gambang (ahlinya Guru Dikin), kendang, kempul, kenong, gender, slenthem, gong dan lain-lain. Pementasan budaya biasanya dilakukan rutin setahun sekali bertempat di pendopo Kademangan Pasiraman Lor atau membuat tobong. Hal ini memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk berjualan makanan, rokok, mainan dan lain-lain. Terdapat pula permainan judi seperti tombola. Menanggap wayang kulit merupakan larangan. bagi desa Pasiraman.
2. Budaya Kelompok Santri
Dikembangkan oleh para santri dan keluarganya kebanyakan berhubungan dengan dakwah yang dilakukan melalui gambusan, jiduran, genjringan dll. Kebanyakan dipentaskan pada waktu memperingati hari besar Islam seperti Muludan dan Rajaban.
3. Budaya Nasional
Kedua kebudayaan di atas kurang dikembangkan dengan baik oleh generasi mudanya, karena anak-anak muda memulai menggunakan instrumen modern seperti gitar, bas, biola, kecruk, ketipung dll. Kita kenal orkes keroncong, langgam dan dangdut seperti sekarang ini.
4 Pada sekitar awal tahun tujuh puluhan anak-anak muda mendirikan The Ten Boys Group Band, dengan personel Bambang (bas), Bejo Hartono (gitar), Dasiman (drum), Djuprianto (teknisi), Warso (teknisi), Nurhayati, Nuraeni dan Satoto sebagai vokalis.





Bab III. KARANGJONGKENG DARI MASA KE MASA

A. Alam dan Kehidupan Alamnya

Dengan perkembangan dunia yang sangat cepat seperti adanya televisi, telepon seluler, teknologi informasi dan lain-lain telah merubah nilai-nilai tradisional baik dari segi pendidikan, mata pencaharian, seni dan budaya, pola pertanian dll. Perubahan ini berdampak positif terhadap pembangunan desa dan negara, tetapi dapat pula berdampak negatif yaitu hilangnya identitas bangsa termasuk warga Karangjongkeng pada khususnya dan Pasiraman pada umumnya. Oleh karena itu kita harus melestarikan warisan (heritage) lama paling tidak mengetahuinya, agar para penerus warga Karangjongkeng di manapun berada di masa akan datang dapat menilai betapa para leluhurnya memiliki nilai luhur yang luar biasa. Perubahan-perubahan secara menyeluruh dapat digambarkan sebagai berikut :

1 Geografi

Karangjongkeng merupakan suatu wilayah kecil (grumbul/gutek) bagian dari Desa Pasiraman Kidul, Kecamatan Pakuncen Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Dulu masuk wikayah Kawedanan Ajibarang. Secara geografis terletak kira-kira pada 7 22’ Garis Lintang Selatan dan 109 05’ Garis Bujur Timur Greenwhich. Wilayah ini merupakan tanah darat berbatasan sebelah barat dengan sungai kecil (Kali Kulon yang menyambung ke arah hulu dengan kali Wangan Gunung) , sebelah utara sawah milik desa Karangklesem, sebelah timur dengan Kali Pliken dan sawah milik Desa Karangklesem sedangkan di sebelah selatan dengan tanah milik keluarga Wiryasangad, dan tanah Haji Badri. Luas seluruh wilayah kira-kira 2,5 hektar.

Pada dasarnya lahan yang tersedia dari tahun ke tahun sejak zaman Kolonial Belanda sampai sekarang relatif tetap, kecuali pemanfaatannya yang berubah seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk yang memerlukan lahan untuk membuat tempat tinggal. Lampiran 1 merupakan hasil pemotretan satelit Quick Bird blok Karang Jongkeng tahun 2006. Lampiran II merupakan gambaran yang lebih jelas potret Karang Jongkeng. Terdapat prasarana yang masih dipakai yaitu blandangan, turunan menuju jalan yang sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat kongko-kongko.

Karangjongkeng dilewati oleh jalan desa yang untuk selanjutnya bergabung dengan jalan utama desa yang ada di tengah-tengah desa Pasiraman, yang selanjutnya dihubungkan dengan wilayah di luar Pasiraman melalui Parakansinjang sampai Jakarta, Solo, Bandung, Tegal dan Surabaya. Angkutan resmi di desa adalah Angkutan Perdesaan dan dokar, sedang angkutan bis melalui Parakansinjang sekitar 700 m di sebelah barat Pasiraman menuju Tegal, Purwokerto atau Bandung.

2 Topografi dan Fisiografi

Keadaan topografi yang mencakup ketinggian tempat (di atas permukaan laut/dpl), bentuk wilayah (relief) dan lereng di wilayah ini dapat diuraikan sebagai berikut : ketinggian tempat sekitar 290 meter di atas permukaan laut, wilayahnya datar tetapi secara lebih luas (dari Kalimnggis – Glempang – Tumiyang – Tumiyang Udik di bagian utara ke arah selatan-barat daya sampai Ajibarang-Pancasan terus ke Wangon dan Jatilawang) termasuk miring dengan bentuk wilayah melandai sampai berombak dengan variasi lereng dominan antara 1% sampai 8%.

Berdasarkan pembentukannya, secara geomorfologis atau fisiografi wilayah dari Kalimanggis-Glempang-Tumiyang -Tumiyang Udik sampai Ajibarang – Pancasan – Wangon - Jatilawang ini termasuk kaki (footslope atau piedmont) dari komplek Pegunungan Volkan Slamet yang terbentuk dari aliran lahar sebagai akibat erupsi (letusan) Gunung Slamet. Lahar Gunung Slamet ini merupakan bahan induk tanah-tanah di wilayah Karangjongkeng, Pasiraman dan sekitarnya. Karena terbentuk dari bahan induk bahan volkanik (gunung api) maka tanah-tanah di wilayah ini umumnya mempunyai sifat-sifat yang cukup baik untuk usaha pertanian.

3 Iklim dan Hidrologi

Keadaan iklim di wilayah ini sebagaimana umumnya di wilayah Indonesia termasuk iklim hutan hujan tropis (tropical rain forest) yang cukup panas sepanjang tahun dengan curah hujan cukup tinggi. Kranggan yang letaknya kira-kira 5 km sebelah barat laut Pasiraman tercatat dengan curah hujan tertinggi di Indonesia. Di wilayah ini tidak terdapat musim kemarau yang nyata. Suhu udara rata-rata tahunan berkisar antara 28 – 29  Celcius, kadang bisa 27 atau 30 Celcius. Udara umumnya sejuk dan lembab dengan tingkat kelembaban berkisar antara 80% sampai dengan 90%. Angin pada bulan-bulan tertentu bertiup cukup kencang umumnya berupa angin barat yang membawa uap air hujan. Pada awal musim hujan sering terjadi angin kencang disertai hujan dan petir. Hujan angin ini disebut sarat tahun yang biasanya menyebabkan tumbuhnya jamur, khususnya jamur wulan yang enak disayur. Dahulu pada musin kemarau udara terasa sangat dingin khususnya pada malam dan pagi hari, sehingga sering terjadi kabut (pedut) yang cukup tebal, sehingga jarak pandang menjadi terbatas. Temempek dan desa-desa lain yang biasanya tampak jelas dengan adanya kabut jadi tidak tampak.

Di wilayah dataran piedmont dari Kalimanggis-Glempang-Tumiyang s/d Ajibarang mengalir dua sungai utama yaitu Kali Pliken di sebelah timur dan Kali Kawung di sebelah barat. Kedua sungai ini bergabung di sebelah barat Ajibarang untuk selanjutnya masuk ke Kali Tajum menuju ke Kali Serayu yang bermuara di lautan India sekitar kota Cilacap. Kedua sungai Pliken dan Kawung selalu berair sepanjang tahun dengan keadaan airnya yang selalu bening, kecuali kalau hujan besar airnya keruh karena membawa lumpur dari bagian hulu. Kedua sungai penuh dengan batu-batu volkanik yang bentuknya membulat. Juga kerikil dan pasir banyak dijumpai di kedua sungai ini. Kedua sungai ini sangat besar manfaatnya bagi kehidupan masyarakat di wilayah ini, khususnya bagi usaha pertanian maupun kebutuhan masyarakat sehari-hari untuk rumah tangga khususnya mencuci dan mandi penduduk.

Disamping Kali Pliken dan Kali Kawung yang arah alirannya ke selatan barat daya, terdapat sungai-sungai kecil yang arah alirannya kira-kira sama. Salah satu kali kecil yang dikenal warga Karangjongkeng adalah Kali Cligutak yang terletak di utara Karangjongkeng yang alirannya masuk ke Kali Pliken. Sungai kecil ini terkenal karena di sepanjang pinggir-pinggirnya tumbuh pakis yang biasa dibuat sayur oseng atau lodeh oleh para warga Karangjongkeng .

Pada zaman Jepang, terjadi pembabadan hutan (dikenal sebagai alas babadan) di lereng-lereng bukit utara Tumiyang, Glempang dan Pekuncen yang mengakibatkan banjir bandang (khususnya Kali Pliken) sehingga merubah peta Karangjongkeng khususnya kali Pliken yang menjadi semakin lebar dan semakin dalam.

4 Flora dan Fauna

Berbagai jenis tumbuhan/tanaman atau flora yang hidup di Karangjongkeng dan sekitarnya dapat diinventarisasi sebagai berikut :
a. Tanaman tahunan/tanaman keras : 1). Pohon kedali tempat hidup jamur kedali dan tempat burung kedali menclok, 2). Curutan yang bunganya merah menyala di bawahnya sering dijaga oleh wedhi didis,3). Kapuk alias randu yang menghasilkan kapuk untuk bantal dan kasur dan bijinya yang ikut bersama kapuknya dalam kasur sering kena ompol adik kita kalau digoreng enak, 4). Benda dan Klewih yang buahnya dapat dibuat sayur lodeh, 5). Kelapa dengan bunganya yang bernama manggar, buah yang masih bayi namanya bluluk yang suka jatuh menimpa kepala anak-anak yang suka bermain di bawah pohon kelapa, yang masih balita disebut cengkir, yang sudah remaja namanya dawegan dan yang sudah tua disebut kiring merupakan bahan untuk dibuat santan, serundeng dan minyak goreng, blukang adalah tangkai daunnya, daunnya disebut janur yang biasa dipakai untuk upacara penganten, daun tua disebut klari. Daun yang sudah tua bisa dibuat bleketepe, sedang yang sudah kering disebut ………….. Daun yang masih muda yang masih tersimpan dalam batang disebut umbut yang enak dimakan mentahan atau dibuat sayur lodeh. Buah kelapa terdiri dari kulit, tepes, bathok dan isinya berupa daging kelapa dan air, sedang kulit berikut sabut dan bathok yanag sudah terpakai disebut blokeng yang pada zaman sekarang kalau dibuang di pekarangan dapat menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti penular penyakit Demam Berdarah Dengue/DBD atau Dengue Haemorrhagic Fever/DHF , 6). Jambu biji alias jambu kluthuk, 7). Jambu air yang banyak uletnya, 8). Jambe yang batangnya untuk panjat pinang dan buahnya untuk teman suruh (sirih) dan mbako untuk nginang, 9). Menteng dan kepundung yang kecut rasa buahnya, 10). Nangka sabrang, 11). Nangka yang bayinya bernama katibabal, kakaknya disebut gori atau ketewel untuk membuat gudeg atau lodeh, dan bijinja dapat direbus untuk dimakan dan sering membuat orang jadi suka kentut , 12). Manggis, 13). Sawo yang rasa daunnya sepet ngured-ured untuk obat mencret , 14). Dukuh, kokosan dan langseb yang asem rasanya, 15). Cengkeh yang kalau sedang musim bikin orang lupa daratan beristeri lagi, 16). Jeruk bali, 17). Mundu, 18). Dadap cangkring yang durinya dapat dibuat sawangan burung merpati, dadap asrep untuk kompres kepala bayi dan balita sakit panas , 19). Mbawang dan keweni yang buahnya dapat dijadikan rucuh, 20). Aren yang buahnya bernama kolang-kaling untuk kolek pada waktu buka Puasa, 21). Bambu, 22). Waru tempat perkutut bersarang, 23). Wisnu, 24). Kesumba dengan buahnya yang merah untuk pewarna , 25), Angsana yang getah merahnya untuk mewarnai kepala panggal dan dahannya tempat ular pada numpi, 26). Kandri yang bijinya dapat digunakan untuk peluru senapan mainan, 27). Sengon, 28). Nyamplung yang buahnya dapat digunakan untuk membuat sawangan, 29). Pule, Wuni , Kemuning dll. Sebagian besar tanaman pohon-pohonan ini sudah musnah. Yang masih banyak hanya pohon bambu dengan jenisnya seperti pring petung, pring gombon dan pring tali,, pisang serta pohon kelapa. Kata orang di dekat pring sering ada ondar andir dimana pohon pring yang tegak sering menjulurkan batangnya ke tanah berkali-kali sehingga kalau ada orang di bawah pohon akan terbawa ke atas. Di bawah pohon besar sering ada banaspati yang menyala seperti api. Penyebaran pohon-pohon ini pada era sebelum 1960 disajikan dalam sketsa peta Karangjongkeng pada lampiran III.

b. Tanaman bawah :
1). Tanaman pekarangan : ditanam warga di pekarangan untuk dimakan seperti : a). Pisang dengan macam dan jenisnya seperti pisang kluthuk yang berbiji, jantungnya untuk membuat pecak, daunnya sangat baik untuk bungkus. Jenis lainnya seperti pisang ambon, pisang emas, pisang raja sereh dll. 2). Ganyong umbinya enak untuk dimakan, c). boled angkrik orang menyebutnya arrowroot (serut) umbinya dapat dibuat minuman segar , d). murbei semula ditanam pada waktu zaman Jepang daunnya untuk makanan ulat sutera tetapi daunnya juga dapay dimakan untuk lalaban, e). slempat sejenis lompong untuk sayuran, f). Senthe daun dan batangnya untuk makanan ikan (khususnya poni dan gurameh) di kolam, h). tales, umbinya untuk direbus (tambah urapan kelapa sangat uenaaaaak), digoreng, i) suweg umbinya untuk digoreng/dikukus, j). Lompong daunnya untuk dibuat lodeh, k). Lumbu daunnya untuk disayur dan diberikan makanan ikan, l). Cungking daunnya untuk disayur, m). burus/kecombrang batangnya untuk bumbu/asam, bunganyayang disebut kecombrang sebagai campuran untuk membuat pecel, n). Munthul untuk digoreng, kadang-kadang dimakan mentah khususnya yang disebut raden, o). atsiri/dilem untuk bahan pembuatan minyak atsiri, p). Salak rasanya sepet kadang-kadang ditambah sepet ngured-ured tidak seperti salak pondoh yang manis, q). Nanas secara liar, r). Gadung yang pohonnya merambat di batangpohon lain, , s). uwi gembili juga merambat di pohon-pohon besar dan buahnya menggantung di batang-batang, t). pare yang pohonnya merambat di anjang-anjang dll
2). Di pinggir kolam ikan biasanya warga menanam labu siem alias gambas buahnya bergelantungan di atas kolam pada lanjaran yang dibuat untuk tanaman tersebut. Beberapa pohon yang ada di pekarangan dan pinggir kolam tersebut di antaranya juga sudah hilang dari bumi Pasiraman.
3). Di pinggir kali : Di pinggir Kali Kulon banyak ditemukan ndulum. Tumbuhan di pinggir Kali Pliken antara lain mbrete (strawberry hutan) yang rasanya asam manis, mlanding atau lamtoro, tiba urip/cocor bebek, rumput-rumputan seperti suket dom-doman, jampang dll.
4). Di sawah terdapat tanaman seperti krokot (untuk makanan jangkerik atau dibuat kluban), suket teki, pane gowang, wewean (untuk membuat kluban), semanggi dll.
5). Tumbuhan perdu liar : seperti jarong, sida gurih, puyengan dll.

Berbagai jenis binatang atau fauna juga dapat ditemukan di Karangjongkeng antara lain :
a. Yang hidup dipelihara sebagai hewan ternak yaitu ayam dan bebek, umumnya hanya dipelihara dan dijual telurnya, kecuali waktu lebaran dipotong. Sedang binatang piaraan lainnya adalah kucing dan burung (merpati, kutilang, perkutut, gelatik, jalak dll).
b. Jenis burung liar seperti : 1). elang (dok jali) yang suka memangsa anak ayam, 2). upuk-upuk (rajawali), 3). wulung, alap-alap, gaok, kuntul, blekok, bango thongthong, keket, tekukur/deruk, perkutut, serwiti, jalak suren, jalak sungu, sikatan, sidum, prit, prit peking, prit ganthil, prenjak, sirkedasih, puyuh, glathik watu alias cider, ketilang, srigunting, kepudang, branjangan, puyuh, ayam-ayaman, trinil, manuk buwek (burung hantu), bence, cucuk urang, platuk, platuk bawang dll. Pohon randu besar di depan rumah Madmusa merupakan tempat yang selalu ramai dipencloki burung-burung ini sehingga menimbulkan pemandangan yang indah.
c. Binatang melata seperti ula welang, ula weling, ula kadut, ula gadung, ula koros, ula sorot srengenge, ula taliwangsa, ula sawah, ula duwel, ula banyu, ula rangon, berbagai jenis kadal, kadal petek, ula buntut dll.
d. Binatang pengerat antara lain tikus, clurut, bajing (bajing genduk dan bajing kikis).
e. Ada pula berbagai jenis binatang berkulit keras seperti ketunggeng, yuyu, kelabang, kelabang kures, kalajengking, biyombong, luwe, laba-laba, garanggati, mas-masan atau sambel iler, tawon (ondoan alias tawon madu), kemit sing silite kuning, tawon baluh atau gung, tawon klangseng,, kumbang, ampal, bangbung, mggirang dan orong-orong.
f. Jenis kupu dan ulat seperti uler keket, uler jarong, uler kilan, uler gedang yang ijo, uler serit , berbagai jenis kupu-kupu seperti kupu kijer, mas demang (klambi abang katok ireng).
g. Jenis capung atau kinjeng (kinjeng ebo, kinjeng dom), walang alias belalang seperti walang bedor, walang wos alias beras, walang watu, walang dami yang hidup di sela-sela batang padi, walang duging, walang kerik, walang gepuk, walang geper, kedehe, cenggrutu, walang sangit yang berbau sangit, macam-macam jenis jangkrik seperti jangkrik sungu, jangkrik sliring, nempe/nemplang, lupa, kethithet, kedubur, gasir/gangsir, ethe-ethe, dan cenggeret. Makanan jangkerik biasanya krokot yang dapat juga menjadi makanan manusia untuk kluban.
h. Ditemukan pula binatang yang kecil-kecil seperti dari berbagai semut (rangrang, semut gula, semut ireng), laron, palengan yang kalau dimasak rasanya gurih dan mengeluarkan minyak. Juga ditemukan berbagai jenis lalat seperti laler, berbagai nyamuk, mrutu, tengu, undur-undur, kamitetep, lena, dampa. Pada zaman Jepang terkenal adanya binatang kecil disebut tinggi yang mengisap darah manusia dan hidup di kursi rotan , plupuh, kasur , tikar, meja dll. Sedangkan yang hidup di kepala adalah tuma, kor dan lingsa yang biasa dipakai untuk perburuan (petan) para ibu-ibu di pintu depan rumah. Binatang amfibi yang ada adalah berbagai macam kodok seperti bangkong (kodok darat), bancet, kodok ijo yang hidup di sawah, dingdang yang lompatannya sangat jauh dan biasanya sambil melompat diikuti kencing yang katanya dapat membutakan mata. Ada jenis kodok yang hidup di Kali Pliken, kalau berbunyi suaranya sangat keras.
i. Fauna yang hidup di air diantaranya berbagai jenis ikan. Yang hidup di kolam untuk dipelihara : ikan mas, melem, ancra, tawes, grameh, poni, sepat, sepat siyem, mujaer dan lele, sedangkan yang hidup di kali atau sawah masih liar seperti benter, uceng, kekel, lunjar, lempon, kambangan, pokekan, lele, lendi, lentis, jigol, nyongo, urang, kutuk. Binatang lain yang hidup di sawah seperti keong kraca, ece, sisik melik, cebong, cenggutru,belut, pelus, yuyu, bangkang, anggang-anggang.
j. ekicot mulai menyebar dalam jumlah yang sangat besar pada zaman penjajahan Jepang. Sekarang sudah jarang ditemui karena habis untuk makanan binatang ternak atau di ekspor ke Perancis.

Dahulu pada musim tertentu, dari hutan Jurangmangu sering turun babi hutan (celeng) atau rusa (menjangan) binatang ini dikejar-kejar penduduk dari berbagai desa secara ber-ramai-ramai. Kalau yang tertangkap rusa dagingnya dibagi ramai-ramai sedangkan kalau celeng dijual ke orang Cina atau dibuang/dikubur.

5 Tanah dan Penggunaannya

Tanah di Karangjongkeng terbentuk dari bahan induk bahan volkanik dari Gunung Slamet yang bersifat andesitik. Dengan demikian tanah yang terbentuk umumnya bersifat masam dengan pH (tingkat keasaman) di bawah 7. Tanah yang terbentuk ini umumnya mempunyai sifat-sifat yang cukup baik, di antaranya tanahnya sarang (porous) sehingga drainagenya baik karena struktur tanahnya baik (umumnya remah atau sedikit gumpal), tekstur tanahnya umumnya liat (clay), sehingga tanah-tanah ini umumnya cukup baik untuk budidaya tanaman lahan kering, baik tanaman tahunan maupun tanaman lahan kering semusim. Ada dua macam tanah liat yanag dijumpai di sekitar Karangjongkeng yaitu tanah lempung yang warnanya merah dan tanah lincad yang warnanya hitam, lengket dan dapat digunakan untuik membuat asbak dan patung kalau ada pekerjaan ketrampilan dari sekolah..

Tanah umumnya bersolum dalam (lebih dari 1,5 meter) terdapat batuan andesit lunak atau masih keras tergantung dari tingkat pelapukannya. Dalam Klasifikasi Tanah Nasional tanah-tanah ini umumnya diklasifikasikan sebagai Latosol, sedangkan menurut Soil Taxonomy Amerika termasuk Inceptisols. Karena terbentuk dari bahan volkanik, tanah-tanah di sini cenderung memiliki cadangan mineral yang cukup untuk jangka waktu yang lama.

B. Warga dan Kehidupannya

1 Cikal Bakal

Cikal bakal penghuni/warga Karangjongkeng pada zaman penjajahan Belanda semula terdiri dari 9 keluarga/rumah tangga inti yang merupakan cikal bakal warga yang menempati blok atau guthek Karang jongkeng yaitu :
1). Keluarga Ranajiwa kawin dengan Kurem atau Hindun yang berkembang menjadi keluarga Muniah, Sajem dan Sanarip.
2). Keluarga Cadinala berkembang menjadi keluarga Saidah dan Muhadi.
3). Keluarga Citrabesari berkembang menjadi keluarga Madmusa dan Nuryasan
4). Keluarga Santardji berkembang menjadi keluarga Siyah.
5). Keluarga Singadikrama kebanyakan berkembang di Denasri kecuali Sutini yang kawin dengan Rakhup yang tetap tinggal di Karang Jongkeng yang kemudian pindah ke Kebon Dalem.
6). Keluarga Kartaja yang hanya meninggalkan keturunan Rodjikin.
7). Keluarga ................. berkembang menjadi Sariyah, Sanep dll.
8). Keluarga Bangsa
9). Keluarga Dipawitana

Rumah tempat tinggal warga tersebut dapat dilihat pada lampiran III.
Akibat dari bertambahnya rumah tangga dari waktu ke waktu , tempat tinggalpun berubah dari pada masa penjajahan sebanyak 9 rumah menjadi 19 rumah pada tahun 1950 yang terdiri dari (dari timur) rumah tangga keluarga Ahmad Dahlan, Sajem, Sanarip, Muniah , Asmungi, Karsim Sastrosukarto, Muhalil, Muhadi, Tamad, Mur/Djikin, Nuryasan, Madmusa, Santardji, Rakhup, Siyah (Mangil), Sastrosiwan, Dikin dan Rikem /Dipa (lampiram III) dan pada 2008 berubah menjadi 24 rumah (lampiran V) yang mengakibatkan lahan menjadi terasa semakin sempit. Rumah-rumah warga semula terbuat dari lantai tanah dan dinding tabag yang terbuat dari bambu, walaupun sudah ada yang gedong sepotong (setengah tembok) dengan lantai semen dengan ubin.

Para pemuda belajar menjadi santri di Pesantren Tegal Gubug Cirebon. Sebagian berdagang di daerah Cirebon, Brebes, Tegal, Cinangsi dan Lumbir berniaga bawang merah yang mengakibatkan ada turunan Karang jongkeng di Tegal Gubug dan Tegal (Bumijawa dan Balapusuh) seperti Hj. Suwamah, Kalam, Suratmi (isteri dari Abu Naim Wedono Sulang Rembang).

2 Perkembangan Warga Sampai Masa Kini

Perkembangan warga sejak zaman penjajahan Belanda sampai saat ini sudah berkembang menjadi 7 generasi yang menghuni Karangjongkeng.
Dari keluarga Muniah yang kawin dengan Madiksan dari Ciblawong mempunyai 7 anak masing-masing :

1). Sukinah yang menikah dengan Karsim Satrosoekarto dari Jero Tengah, dengan keturunannya :

a) H. Warkiman Donosuparto yang menikah dengan Hj. Suratmi dari Tumiyang dan menetap di Purwokerto mempunyai anak/menantu :
(1) Drg Probowati menikah dengan Prof. DR. Kusminarto, menetap di Yogyakarta, dengan anak : Radian Pradana, Reza Prabandana
(2) DR. Ir. Pratiwi menikah dengan dengan Prof. DR. Ir. Budi Mulyanto, menetap di Bogor, dengan anak : Amanda Fortun Arum Sekar Laras
(3) Ir. Pratomo menikah dengan Grace H. Cornelis Kippu menetap di Purwokerto, dengan anak : Alfadoni Prisantama, Alita Prisantama, Annelia Prisantama.
(4) Ir. Pranowo menikah dengan Nana Zaenah menetap di Semarang dengan anak : Puteri Islami
b) Marsiti isteri dari Agus Sudharto dari Pekuncen dengan anak/menantu :
(1) Urip Nuraeni menikah dengan Suwito menetap di Pasiraman, dengan anak Andi Kartikasari SE menikah dengan Yudhi Christiantoro Wibowo SE (anak : Daffa Arya Agusta dan Raditya Achmad Destantyo), Anton Yuliantono menikah dengan Peniyati AMD (anak : Janata Angga Yuwono dan Nur Aisyah Putri) , Aniek Yulitasari SE menikah dengan Adi Prasetyo SE (anak : Farah Aurelia).
(2) Endang Tilarsih menikah dengan Subandi menetap di Jakarta, dengan anak : Diah Utami Sasiwi menikah dengan Hendro, Hastaryo AMD menikah dengan Anggraini, dan Tusworo Aji.
(3) Heru Nantorio menikah dengan Rubiyanti menetap di Semarang , dengan anak : Widya Indraswari, Sinduwati Puspa Arum, Ilham Pramesywara.
(4) Astuti Marliani menikah dengan Salim menetap di Pasiraman, dengan anak : Ita Yuniantari menikah dengan R. Suryo Kirono Tri Atmojo SE (anak : Muhammad Lendi Gayuh Kirono), Ratih Irawati menikah dengan Junaidi (anak : Sila Salsabila), Tri Ratmoko menikah dengan Ganesa Banowati (anak : Candra Yuda Hermansyah), dan Hari Prasetyo
(5) Supriyatiningsih menikah dengan Mahendar Harahap menetap di Pasiraman, dengan anak : Anggi Nur Trianda Putri, dan Adelia Nurrahmah.
(6) Djoko Restanto menikah dengan Kusrini menetap di Pasiraman dengan anak Ajeng Febristanti Putri.
(7) Yul Naizar SPd menikah dengan Untung Subarjo menetap di Sokaraja, dengan anak : Ryan Purnama , Pinky Uniswandari, Rengga Dwi Ananta Julian
(8) Yunandar menikah dengan Nani Sri Subekti menetap di Purwokerto dengan anak : Alifka Restu Darmawan dan Adam.
(9) Tri Wahyuni Dasa Hendrayanti menikah dengan Hidayat SE menetap di Ajibarang dengan anak : Haki dan Hadi.
c) H. M. Kisworo Gondosubroto menikah dengan Hj. Mursiyati dari Ajibarang menetap di Yogyakarta dengan anak/menantu :
(1) Dra Eti Kiswariyati menikah dengan Drs. Chandra Wibawanto menetap di Jakarta, dengan anak : Rizky Prabowo
(2) Ir. H. Dwidjono Kiswuryanto menikah dengan Ir. Hj. Maya Himawati,MMA menetap di Semarang, dengan anak : Aditya Kiswuryanto, Reza Pradipta Kiswuryanto, Cintya Putri Damayanti,
(3) Tri Mur Sanyoto, SH menikah dengan Dra Nasritawati. menetap di Jakarta , dengan anak : Febri Andhika Mursanyoto,Dimas Bagaskara, Deandra Amrita Salsabila
(4) Ir. Ari Murtiningsih menikah dengan Kartiyono SE menetap di Depok, dengan anak : Moh. Fahri Ardyana
(5) Dyah Kisworini, SH menikah dengan Rahfi Syaiful Syaaf SH, CN menetap di Depok, dengan anak : Nayla Anargya Putri.
(6) Dyah Mulani Murjiastuti SE menikah dengan Sapto Kurniadi. menetap di Yogyakarta dengan anak : Anisa Kurnia Anjarini, Anindita Rahma Maisa, Falah Rahman Kurniasyah.
d) Drs. H. Soewardjo Dwijosukarto menikah dengan Hj. Ning Arnasih Nachraeni dari Sumedang menetap di Depok dengan anak/menantu
(1) Ir. H. Wiseno Nurhamzah menikah dengan Ir. Hj. Maharani Rahayu menetap di Jakarta, dengan anak : Ridho Tabah Suasana.
(2) Wisetyo Nurdwiantoro menetap di Depok,
(3) Dra Hj. Nina Anggerina Nurtriana menetap di Depok,
(4) Wibowo Nurbambang menikah dengan Dra Atrin Swastika, menetap di Jakarta. dengan anak : Radya Bintang Pratama.
e) H. Marsoedi Djojosoegito MSc menikah dengan Hj. Triyana Farida dari Bogor dan menetap di Bogor dengan anak /menantu :
(1) Dian Kristanti SE menikah dengan Wawan Ridwan Syamsuddin SE , menetap di Bogor, dengan anak : Alfien Nugraha Pratama, Bagus Nugraha Dwiwardana,
(2) Ir. Freddy Birowo menikah dengan Mia Agustina menetap di Bogor.
(3) Tries Arianto AMD menikah dengan Sonya Warasisyanti. menetap di Bogor dengan anak : Diezky Putra Ariantama.
f) H. Soedirno SKM, MPH menikah dengan Hj. Rusmiasih dari Semarang menetap di Jakarta dengan anak/menantu :
(1) Prabowo Setiabudi SE menikah dengan Ully Wuryani AMD menetap di Bogor, dengan anak : Reynaldi Ramadani Pratama dan Kevin Praditya
(2) Laksmi Prahastanti AMD menikah dengan Djoko Oktopriyanto menetap di Jakarta dengan anak : Sabrina Alifia Yulitasari, Revangga Novianto
(3) Tririni Diah Prahendrati menikah dengan Andi Herawan menetap di Jakarta.
g) Marwati menikah dengan Tjahjadi menetap di Jakarta dengan anak/menantu :
(1) Toto Tjahjono S.Kom
(2) Endang Dwintari Respati, Ssos menikah dengan Setyo, SSos menetap di Jakarta. dengan anak : Rahma Alifiah Setiyowati, dan Anggia Dwi Setiyowati.
h) Setiasih menikah dengan H. Sayuti menetap di Pasiraman dengan anak/menantu :
(1) Her Setiawan menikah dengan Deti Siti Nurhasanah SPd, menetap di Bandung, dengan anak : Najwi Ramadan Prasojo dan Naja Dwi Prasojo
(2) Ratna Dwi Jayanti AMD menikah dengan Ir. Pamungkas Adiwinarno menetap di Jakarta, dengan anak : Nauval Aditya, Nathan Aditya, Almashi Acyntiara dan Alya Acyntiara.
(3) Her Sulistiawan menetap di Pasiraman.
(4) Kus Indrayanti AMD menikah dengan Ir. Eko Budi Susetyo, MSc menetap di Bogor dengan anak : Satrio Budi Ariasto dan Weka Budi Aryaguna.
H. Sayuti pernah menjadi kepala desa Pasiraman Lor dalam dua periode jabatan.
i) Suwondo BE menikah dengan Rahmi Jumaniatun dari dan menetap di Bandung dengan anak :
(1) Mala Hesti Purwani AMD,
(2) Mutiana Safarani,
(3) Utami Etikasari,
(4) Agung Purwo Prakoso. menetap di Bandung.

2) Mahful menikah dengan Zaenah dari Blok Tajug dan Maryam dari Tumiyang, dengan anak/menantu :
a) Mohammad Syaefuddin menikah dengan Siti Maryam dari dan menetap di Pasiraman dengan anak/menantu
(1). Umami Budiarti menikah dengan Bejo Hartono menetap di Pasiraman, dengan anak : Siti Purwaningsih menikah dengan Dodi Wijaya Kusuma (anak : Sultan Rehan Imani dan Sultan Fabian Imani) , Apit Setiawan menikah dengan (putune pak khaer) dan Feni Kurniawan.
(2). Lis Nuraeni menikah dengan Sahid dengan anak Solehuddin dan Saeful Abdan.
(3). Imam Haryono menikah dengan Ani Purwani menetap di Jakarta , dengan anak : Imam Rangga Sadewa, Imam Nuha Dwitama, Dimas Lazuardi Imani, Meirza Iman Taufik, Imaniar Tayana Alfida Zahra dan Iqsa Faekhoni Iman Wijaya.
(4). Cakra Iskandar menikah dengan Sriyati menetap di Jakarta, dengan anak : Burhanuddin, Erlangga Saputra dan Sandra Puspita Ratih.
(5). Nurdin Pribadi menikah dengan Lismawati menetap di Jakarta, dengan anak : Imam. Prayudi, Chaerul Umam, Afrizal, Firel Bramasta, dan Abdul Dzikri Ramadhan.
(6). Farida Agustini menikah dengan Sayidin Efendi, dengan anak : Winahayu Dewi Pratiwi dan Rizki Maulidani.
(7). Nur Laelina menikah dengan Chayadin, dengan anak : Putri Endah Fauzia dan Putra Zidan Imani.
(8). Bekti Setiawan menikah dengan Suyati dengan anak : Livena Berta Salsabila dan Muhammad Rafi.
(9). Herman Darojat menikah dengan haryani dengan anak : Devina Putri Haryani
(10)Muhammad Said
(11)Ida Masriana menikah dengan Imam Wahyudin
b) Siti Aminah/................ menetap di Tumiyang.
c) Amir (meninggal masih muda)
d) Atiatul / .......................... menetap di Tumiyang
e) Munirah menikah Chasbulah menetap di Pasiraman., dengan anak ..............................., ........................................., .................................., .................... ..................................
f) Musliah/ Usman menetap di Tumiyang, dengan anak/menantu :
(1). ....................../ ...................... menetap di ............................, dengan anak : ......................................, ......................................, ........................................
(2). . ................................................./ ...................... menetap di ............................., dengan anak : ............................................, ......................................,
(3). ......................../ ................... menetap di ..................., dengan anak : ............................................, ................................, .....................................................
(4). ......................... menetap di ..................... dengan anak : ............................................,
......................................, ...............................................,
3) Asmungi menikah dengan Hj. Kapesah (Siti Hafsoh) dari Denasri, menetap di Pasiraman dengan anak/menantu : :
a) Chudori menikah dengan Waryati dari Kranggan menetap di Bogor dengan anak/menantu :
(1). Asnoko menikah dengan Eka menetap di Bogor, dengan anak :............................................,
(2). Dwi menikah dengan Yati menetap di ................................., dengan anak : .........................................
(3). Nono menikah dengan Rina menetap di Bogor, dengan anak Aji dan Santi
(4). Tutut menikah dengan Yoni menetap di Yogyakarta, dengan anak Nisa dan Ferin
(5). Sigit
(6). Ari
b) Kamali menikah dengan Budi Utami menetap di Tegal, dengan anak : Evi Indriani (anak M. Gaffarits, M. Dafinsa D., M. Farrelino D.).
c) Ahmad Tontowi menikah dengan Lies menetap di Tangerang, dengan anak/menantu :
(1). Andri Yulianto menikah dengan Fitri Yuanita menetap di Tangerang, dengan anak : Aulia Fathan, Khairunissa K.A dan M. Pasha Fadillah)
(2). Eka Andriana menikah dengan Rismansyah dengan: anak Alif Andriansyah, Khansa Sayidina dan Al Ariq Athallah menetap di Tangerang.
d) S. Supriyatin (meninggal masih muda)
e) Umiyati (meninggal masih muda)
f) Sumarti menikah dengan Khotib Hidayat dari Kebon Gedang menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). Enny Setyorini menikah dengan Rasikin menetap di Tangerang, dengan anak : Sharaeka Pratiwi dan Veryno Dwi.
(2). Eri Wibowo
(3). Eli Kristiana menikah dengan Eko Susilo dengan anak : Lonadenta Talita, Festilian Daffala dan M, Fridannias.
(4). Endi Mirawan menikah dengan Suyatni dengan anak : M. Raffabian
g) Hj. Nurhayati SH menikah dengan Drs. H. Bambang Hermawan dari Tegal menetap di Jakarta, dengan anak/menantu Ir. Harlina Marlinda menikah dengan Ir. Harsa Martana menetap di Jakarta dengan anak M. Raffabiyan
h) Siti Riatmi menikah dengan Agus Sutarno AMD menetap di Jakarta dengan anak: Ranita Octaviana AMD dan Rista Febriani.
4) Ahmad Dahlan menikah dengan Warsiti dari Blok Tajug dan Mardiyah dari Tipar Karang Klesem, dengan anak/menantu :
a) Mashudi menikah dengan Aminah menetap di Bogor, dengan anak menantu :
(1). Aris.................../......................... menetap di Bogor, dengan anak : ............................................,
(2). Nur.................../......................... menetap di Bogor, dengan anak : ............................................,
(3). Omah.................. /......................... menetap di Bogor, dengan anak : .......................................
(4). .................../......................... menetap di Bogor, dengan anak : ............................................,
b) Suparni menikah dengan Sumeri Muhsin dari Legok menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). Sukmono menikah dengan Hadini menetap di Bandung dengan anak : Gen Prima Biocakri., Giles Laksa Lintang dan Salwa Ulfaya Taqi
(2). Sukmiasih menikah dengan Abdullah menetap di Jakarta, dengan anak : Wahyu Sukma Pratama, Laura Sukma Dilla, Dinar Sukma Abastian dan Riki Candra Sukma.
(3). Sukmo Azis menikah dengan Ratnaningsih menetap di Bandung, dengan anak : Tira Azha Marsaila dan Muhammad Rambi.
(4). Sukmi Kholisoh menikah dengan Teuku Zulfikar menetap di Pasiraman., dengan anak : Windis Nursadilla Utami.
(5). Sukma Mustadin menikah dengan Diyantik, dengan anak Muhammad Baros Ibnu
(6). Mustafa
(7). Miftahusuhur
(8). Rahma Lutfi
(9). Rafiq Pamungkas menikah dengan Wenina Devi
c) Djuprianto menikah dengan Lismawati menetap di Tangerang, dengan anak/menantu
(1). Sulistiyono Afriyanto menikah dengan Rini Rifaeni menetap di Tangerang, dengan anak : Raja Cahya Saputro, Rafi Ariansyah Ibrahim dan Raya Rahaya Samudra.
(2). Ami Damayanti menetap di Tangerang
(3). Didit Riyantono menetap di Tangerang,
(4). Rizky Nur Oktavia menetap di Tangerang,
d) Muntiati menikah dengan KP (Purn) Sunardi dari Blitar menetap di Blitar, dengan anak/menantu
(1). Lilik Handayani,SE. menikah dengan Sugiono SE, menetap di Purwokerto, dengan anak : Muh. Iqro Pradana, Mayesa Farah Ulaya dan Fatah Muria
(2). Erna Wuryani AMD menikah dengan Imam Hartoyo AMD menetap di Muntilan, dengan anak : Muhammad Fauzi Adim dan Muhammad Irsyad.
(3). Maya Trisnandari AMD menikah dengan Ampuh Bariyanto Skom. menetap di Purwokerto., dengan anak : Muhammad Raffi Ayubi dan Muhammad Rafa Islami
(4). Elfi Susanti AMD menikah dengan Arius SE, MPajak menetap di Semarang.
e) Untung Susilo menikah dengan Elyaningsih dan Cintawati menetap di Cirebon dengan anak/menantu
(1). Nuralita Siskadewi
(2). Nur Indah Dwi Yuliani menikah dengan Andry dengan anak Farel
(3). Rendi Susilo.
(4). Satria Dwiki Prakoso
f) Syamsul Arifin menikah dengan Sri Widiastuti menetap di Jakarta. dengan anak Bagus Arifianto, Sigit Ariwibowo, Ayu Putri Ambarani dan Diah Ayu Pratiwi.
5) Rukiyah kawin dengan Muhalil dari Blok Madyusup, dengan anak/menantu :
a) Mahtum menikah dengan Sumarni dari dan menetap di Bandung dengan anak/menantu :
(1). Nuryati Budiarti menikah dengan Handoko menetap di Bandung, dengan anak : Eka Budi Apriyanti, Dwi Agung Ramadhan, Tri Meilani Purwati, Aridho Zainal Ahkam.
(2). Nursam Amalludin menikah dengan Nina Ernawati menetap di Bandung, dengan anak : Rizky Fakhruroji Amalludin, Hafizh Abdul Azis Amalludin, Syawaliah Mutma’inah Amalludin dan Fauziah Nurannisa Amalludin.
(3). Slamet Riyadi menikah dengan Heni Suhaeni menetap di Bandung, dengan anak : Arif Rahman Riyadi.
(4). Sutiyono Hadi menikah dengan Arini Sedawati menetap di Bandung, dengan anak : DeskaHafsah Setiorini.
(5). Mulyaningsih SPd menikah dengan Bustanul Ariffin menetap di Balikpapan, dengan anak : Muhammad Jaya Syafa Ramadhan.
(6). Yuningsih AMD menikah dengan Suparta menetap di Bandung dengan anak : Yuniar Rohmatunisa, Lafifa Dewi Al Izza, Tri Ilham Hidayatullah.
b) Suyamah menikah dengan Dartono dari Karang Klesem menetap di Pasiraman dengan anak/menantu:
(1). Negiyati menikah dengan Yusuf Mustafa menetap di Bogor, dengan anak : Neva Merdekawati, Marlena Sari Ramandana, Marleni Sari Ramandani dan Yustin Avisa Dilla.
(2). Aminuddin menikah dengan Zulfatunnadzifah menetap di Jakarta, dengan anak : Ummu Zahra Rifka Irkhamna, Muhammad Wildan Mucholad Ramadhani Iksan, Syakiroh Husna Imtinan.
(3). Agus Sakur menikah dengan Sri Rahayu menetap di Pasiraman , dengan anak : Luthfi Iksan Al Ghani
(4). Murniati menikah dengan Abdul Rachman dengan anak: Annisa Rahman dan Muhammad Fauzi AR.
(5). Awaluddin menikah dengan Enah dengan : anak Tia Pagustia
(6). Siti Jami’ah menikah dengan Azwanul Ishak dengan anak : Assyifa Salsabila dan Muhammad Royyan.
(7). Usman Yusuf menikah dengan Dewi Irawati dengan anak : Nabil Nararya Ibrahim
c) Siti Sunani dan Sujiyah menikah dengan Iskak menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu:
(1). Budi Prayitno menikah dengan Setiawati menetap di Jakarta, dengan anak : Dio Prasetyo dan Dito.
(2). Siti Badriyah menikah dengan agus Surachmono menetap di Jakarta, dengan anak : Desti Anggraeni, Lydia
(3). Tati Umiyatun menikah dengan Abdul Yongki Tumanseri (Alm) dan menikah lagi dengan Yanto menetap di Pasiraman, dengan anak : Khoiru Sofa
(4). Ali Hayatno menikah dengan ILA dengan anak Gozan.
(5). Kusrini Hidayati menikah dengan Edie Budi Jatmiko., dengan anak : Muhammad Okta Abrian, Ghalih Muhammad Septu dan Ghanis Febriana Palup.
(6). Yuliani menikah dengan Muklis dengan anak Vivi
(7). Ari Darmawan
d) H. Mustafiddin SE menikah dengan Hj. Nuraida dari Cepu menetap di Bekasi dengan anak/menantu :
(1). Dina Agustina SSos menikah dengan Erwan Suwandhi SSos menetap di Bekasi dengan anak : Muhammad Syahidurrahman, Muhammad Syahidurahim dan Muhammad Sayiduk Maghribi
(2). Rahma Dwi Ptasanty, Triana Wunda Sundari dan Triani Purma Hendarti menetap di Bekasi.
6) Raminah kawin dengan Mahtub dari Blok Tajug dan Samsuri dari Cegokan Banjaranyar.
7) Rusmadi kawin dengan Maryatun dari Sampang/Cilacap, dengan anak/menantu :
a) Sarno menikah dengan Sujiah menetap di Sampang, Cilacap.
b) Siti Asriyah menikah dengan Kasiman, menetap di Sampang Cilacap., dengan anak/menantu
(1). Slamet Yuliriyanto menikah dengan Rosida Ekawati menetap di Cilacap (anak Ukasyah Al Al Qobri. Hani Al Fayyadh dan Azyanur Niam.
(2). .................. /.............. menetap di ...........................
(3). .................. /.............. menetap di ........................... .
c) Marfuahatun menikah dengan Sumarno menetap di Cilacap (anak : Abd Rofi Muttaqin dan Hafids Muzaki)
d) Muchsinin Riyadi menikah dengan Eni Dwi Rakhmat Wati menetap di Cilacap dengan anak: Lukmaninda Dinasti, Omanessa Haque Dinasti, Galang Al Haya Dinasti dan Bening Ariningtyas Dinasti
e) Muhayati menikah dengan Muchro dengan anak: Itrina Fajar
f) Siti Khamidah menikah dengan Iskandar Zulkarnaen dengan anak : Nadia Amelia dan Muhammad Ghifari
g) Mujahiddin Ahmad menikah dengan Sulasih dengan anak : Rifka Jauharu Rahmah dan Farah Adiba.
h) Agus Muthohar menikah dengan Esti Pamuji dengan anak : Navisa Gusti Clara Yunimas dan Eria Gusti Rais Fadel.
8) Kariyah menikah dengan Durkim dari Pojok, dengan anak/menantu :
a) Sumar menikah dengan Suhana menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu Suhandi dan Dayat.
b) Sobirin menikah dengan Maryati menetap di Tangerang, dengan anak : F. Sulistianingsih, Dwi Apriliantoro Muhammad Ramdi.
c) Kasimansyah menikah dengan Siti Nur Aisyah menetap di Depok, dengan anak : F. Adityo Ismantoro SE, Oktaviani Dwi Ismantiri dan Muhammad Biyan Satrio.
d) Syamsiah menikah dengan Waijan menetap di Bekasi dengan anak : Rifaiksan dan Juniar Andriani
e) Rosati menikah dengan Sagiya menetap di Bogor dengan anak : Aprilia Pratiwi dan Fajri Ramadhani
f) Supar menikah dengan Refni Hidayati menetap di Jakarta dengan anak : Takziyah Hairunnisa dan Muhammad Farel.
g) Saripah menetap di Bogor.
9) Tapsir kawin dengan Marikun dari Pekalongan dan Sumirah dari Pasiraman, dengan anak/menantu:
a) Hj. Sri Wahyuni menikah dengan Drs Budi Harsono menetap di Jakarta, dengan anak : Arfiandi Restyo Budianto, Anton Dwi Sekti Wibisono, dan Ardi Trihasoni. Wibisono.
b) Entin Hayati menikah dengan Sukarna Musopa menetap di Bogor, dengana anak/menantu :
(1). Indria Agustina menikah dengan Dian menetap di Bogor,
(2). Dwi Rahmawati Ayuningtyas,
(3). Hari Tri Saputra menetap di Bogor.
c) Rustiati menikah dengan Jeri dari Banjarnegara menetap di Jakarta
d) Kusmiati menetap di Cilacap.
e) A. Wahyudi (meninggal usia muda)
f) S. Maulina menetap di Pasiraman

b. Keluarga Sajem yang kawin dengan Santardji, Karya ........ dan Karya (Gering) dengan anak/menantu
1) Dasiyah yang kawin dengan Mangil dari Pojok, tidak dikaruniai anak.
2) Muh Nuh (tidak sempat berkeluarga), merupakan pahlawan perang kemerdekaan yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Nirwana, Purwokerto.
3) Mail atau Tohirin (Haji Tohir) yang menikah dengan Sangadah dari Tipar dengan anak/menantu :
a) Sariah menikah dengan Komari menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). AriF Priyanto menikah dengan Sulistyowati menetap di Pasiraman, dengan anak : Muh. Alkindi Raka Diva, dan Nada Amini..
(2). Aris Rahmanto menikah dengan Erna Herawati menetap di Pasiraman, dengan anak : Esa Kinasih dan Arah Panuju.
(3). Umi Auliana menikah dengan Sunardi dari Yogyakarta dengan anak : Bintari Ulfa.
b) Suratno SH, MAP menikah dengan Marniyati dari Jombang menetap di Magetan , dengan anak
(1). Muh. Yuhansyahmi SE menikah dengan Annisa dengan anak : Restu Putra menetap di Pasiraman.
(2). Muh. Arif Afandi menetap di Madiun
(3). Muh. Arif Burhanuddin menetap di Malang
(4). Muh. Akbar Nugroho menetap di Magetan
c) Mahmuddin menikah dengan Khayati dari Kranggan menetap di Pasiraman, dengan anak:
(1). Reisa Amalia AMD.,
(2). Nana Faradilla,
(3). Yunan Maulana.
d) Risngati menikah dengan Rodat menetap di Pasiraman dengan anak :
(1). Hafniatul Hukmah menikah dengan Herman Susilo dengan anak : Farel Liasa Barima Akbar
(2). Isma Rofiani menikah dengan Chaerul Saleh SE dengan anak Keisa Chaerani
(3). Ibnu Farodi
(4). Uli Maulidina
e) Ronyati menikah dengan Sukirwo dari Kalibener menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). Moh. Reza,
(2). Muh. Naufal
(3). Muh. Alfiansyah dan
(4). Muh. Rafi
f) Kunaeni menikah dengan Pudio Santoso menetap di Pasiraman dengan anak
(1). Endi Maulid Santoso SE/Indah Widuri
(2). Putri Riskia AMD dan
(3). Muh. Ade Gifari menetap di .Pasiraman
g) Marfungah menikah dengan Muh. Effendi menetap di Pasiraman dengan anak
(1). Annisa Nur Sabili,
(2). Anisa Nur Nafisa dan
(3). Muh. Nur Fadil.
h) Wahyuni menikah dengan Ahmad Supriyadi dari Sumpiuh dengan anak Nadia Rahmadani dan Muh. Zaki.
4) Sirod yang kawin dengan ………..... dari .............. ........ ,dengan anak/menantu :
a) ......................./ ............... menetap di ...............
b) . ......................../ ............... menetap di ...............
c) .. ......................../ ............... menetap di ...............
5) Sapingi.yang kawin dengan Mul .......... menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
a) ......................../ ............... menetap di ............... dengan anak : ............................................, ................................................................, ..........................................................,
b) ......................../ ............... menetap di ............... dengan anak : ............................................, .........................,............, .........................................................., ..............................
c) .. ......................../ ............... menetap di ............... dengan anak : ............................................, ..
d) ......................................., .........................................................., ....................................

c. Dari keluarga Sanarip yang kawin dengan ……......... dari Kebon Dalem menghasilkan beberapa anak tetapi yang sampai besar hanya Salbiyah yang kawin dengan Kastari dari Legok, sedangkan dengan Ngaidah menghasilkan Kasirin. Anak/menantu Kastari terdiri dari :
1) Jamilah/Rustanto menetap di Pasiraman. dengan anak : ......................................................, .........................................................., ..............................................

2) ......................../ Sobirin menetap di Pasiraman dengan anak : ....................................., ........................., .........................................................., ..............................................

3) . ......................../ ......................... menetap di Pasiraman.

d. Dari keluarga Singadikrama, memiliki anak /menantu :
1) ......................./Tirlukman dari Denasri dengan anak-anaknya Hj. Kapesah yang kawin dengan Asmungi menetap di Karangjongkeng, Tumi/ .........., ................/........................, Kasturi/Milah dan Zaenab menetap di Denasri
2) Marsudi/Sudarmi dengan anak-anak Salimah, Suwito, Sudriyo, Subres dll kebanyakan menetap di Denasri.
3) Sutini kawin dengan Rakhup tidak memiliki keturunan

e. Dari Keluarga Madmusa yang menikah dengan Watem dengan anak/menantu :
1) Nursin yang menikah dengan Tijem Sunaryah dari Indramayu, dan Masnunah dari Purbalingga menetap di Jakarta dengan anak/menantu :
a) Kutiah menikah dengan Masngalim menetap di Jakarta dengan anak /menantu :
(1). Masviati menikah dengan Ashari
(2). Amin Budiman menikah dengan Irmimyati
(3). Amin Nurahman menikah dengan Saras Sudiyati
(4). Amin Lukman menikah dengan Ita Puspita
(5). Amin Munandar
b) Munawati menikah dengan Sudjiman menetap di Jakarta dengan anak /menantu :
(1). Dini Handayani menikah dengan Kuwat Santoso
(2). Irvan Dwiyanto
(3). Susi Fitriani
a) Munanto, SH menetap di Jakarta
d) Slamet Mulyono menikah dengan Murdiasih menetap di Bekasi dengan anak : Lutfi Hariyanto, Egi Dwistiyono dan Fani Juniarsih
e) Muriyanti menikah dengan Nano Rusmano menetap di Jakarta dengan anak : Ade Krisnawan dan Rifda Kusuma Dewi.
f) Mugiharto menikah dengan Evi Saniyati menetap di Jakarta dengan anak : Dyah Reswari Arum, Dwi Saputro dan Risky Maulana.
g) Murtiasih menikah dengan Chairul Akbar menetap di Karawang dengan anak : Dwika Ikhwal, Fajri, Fahmi Hensam Karisma Muhammad dan Ascha Alaina.
h) 8. Nursilawati menikah dengan Hadi Hidayat menetap di Jakarta dengan anak : Nindya Putri Hidayat dan Raditya Putra Hidayat
2) Bari yang kawin dengan ..................... mempunyai anak menantu Dariyah/Yasmud , dengan anak menantu :
a) ................../........................ , menetap di Pasiraman dengan anak :
b) ................../........................ , menetap di Pasiraman dengan anak :
c) . ................../........................ , menetap di Pasiraman dengan anak :
3) Timah yang menikah dengan Slamet dari Denasri mempunyai anak/menantu :
a) ................../........................ , menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(4). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
b) ................../........................ , menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(4). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
c) . ................../........................ , menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................
4) Suhad yang kawin dengan Sularsih dari Pemalang yang selanjutnya menetap di Jakarta mempunyai anak/menantu :
a) Sri Marwati menikah dengan Sahuri menetap di Jakarta.
b) Sri Wiyono menikah dengan Susmiati menetap di Jakarta dengan anak Maverotika Kencana Wulan.
c) Sri Riawati dan Sri Agustiono menetap di Jakarta.

f. Dari Keluarga Nuryasan yang kawin dengan Sadep mempunyai anak/menantu :
1) Salamah yang menikah dengan Rakum asal Kebon Dalem menetap di Pasiraman, mempunyai anak/menantu :
a) Samingun menetap di Jakarta.
b) Salimah menetap di Pasiraman , dengan anak/menantu :
(1). Nur menikah dengan Darmanto menetap di Depok
(2). Supri menetap di Depok.
c) Sarinah menikah dengan Pa’at menetap di Depok dengan anak/menantu :Yuli/Didi menetap di Depok.
d) Sirun menikah dengan Eli menetap di Depok dengan anak Bisma dan Bian
e) Birin menikah dengan Upik menetap di .Pasiraman dengan anak Patah dan Finda.
2) Mardi yang kawin dengan Wasti dari .Pasiraman menetap di Pasiraman, mempunyai anak/menantu :
Wahidin dan Margi menetap di Pasiraman, Lisin menetap di Jakarta, Supri di Pasiraman, Slamet di Jakarta, Wanto, Budi dan Santi menetap di Pasiraman
3) Saminah menikah dengan Dasiman dari Blok Kidul menetap di Pasiraman, mempunyai anak/menantu
a) Warsito menetap di Tumiyang
b) Siti dan Rus menetap di Pasiraman
c) Ahmad menetap di Gresik.
4) Sainah kawin dengan Mardjuki dari Pasiraman, dengan anak menantu
a) Diro menetap di Pasiraman.
b) Roinah menikah dengan Slamet menetap di Pasiraman, dengan anak Kiki, Devi dan M. Khadafi menetap di Pasiraman.
c) Selamet adine roinah (data belum masuk) menikah dengan Eka Palembang 2 anak
5) Ansor yang kawin dengan Wagiyem dari Purworedjo menetap di Depok mempunyai anak/menantu
a) Siti Nur Aisyah menikah dengan Kasimansyah menetap di Depok, dengan anak : F. Adityo Ismantoro SE, Oktaviani Dwi Ismantiri dan Muhammad Biyan Satrio.
b) Aiptu Asyiah menikah dengan AKP Bambang Ardi, SH menetap di Medan, dengan anak : Angga Permana Putra, Anggi Permana Putra dan Wirahayati Putri
c) Gunawan
d) Siti Jamilah menikah dengan Suhartono menetap di Depok dengan anak : Wahyu, Ragil dan Fian.
e) Ratna menikah dengan Zaenal menetap di Depok dengan anak : Zahro Eka Aprillianti.
6) Ahmad menikah dengan Ebah dari Pandeglang beserta keturunannya menetap di Pandeglang mempunyai anak/menantu :
a) Entin menikah dengan Cecep menetap di Tanjung Priok dengan anak Rian,
b) Nuryadin, Pono, Endang dan Priyatna. Menetap di Pandeglang

g. Dari keluarga Saidah tidak memiliki keturunan dan terakhir tinggal di Kebon Dalem.

h. Dari keluarga Muhadi yang kawin dengan Suki dari Tumiyang , mempunyai anak/menantu :
1) Daryo menikah dengan Sumirah menetap di .Pasiraman , dengan anak/menantu :
a) .........................../ ........................ menetap di ......................................., dengan anak/menantu :
(1). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(4). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
b) Jamil / ........................ menetap di Pasiraman , dengan anak/menantu :
(1). ........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(4). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(5). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
c) .........................../ ........................ menetap di ......................................, dengan anak/menantu :
(1). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). ........................./ ........................ menetap di ..........................................
(4). ........................../ ........................ menetap di ..........................................
(5). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
d) .........................../ ........................ menetap di ......................................, dengan anak/menantu :
(1). ........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(4). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(5). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
e) .........................../ ........................ menetap di ..............................., dengan anak/menantu :
(1). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(2). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(3). .........................../ ........................ menetap di ..........................................
(4). . .........................../ ........................ menetap di ..........................................

i. Keluarga ...................... menurunkan Sariyah yang kawin dengan Tamad, dengan adik-adiknya Sanep,Wadon., Bayinah dan Lanang :
1) Sariyah menikah dengan Tamad menetap di .Pasiraman dengan anak/menantu :
a) Sodikin menetap di Tumiyang.
b) Sutiyah menetap di Jakarta
c) Sutar menetap di Depok
d) Kamali menetap di Pasiraman
e) Sobari menetap di Pasiraman.
2) Sanep (Sanif) tidak ada informasi.
3) Jenab, Bayinah dan Lanang tidak ada informasi

j. Keluarga Kartadja hanya memiliki anak Rodjikin, yang tidak menikah sehingga keturunan berhenti sampai disini.

k. Keluarga Dipawitana yang menikah dengan ....................... dan Rikem menurunkan :
1) Siman Sastrowikarto menikah dengan Rasmil tidak memiliki keturunan
2) Dikin/Daisah memiliki anak/menantu :
a) Suwadi/........................ menetap di ......................, dengan anak/menantu :
(1). ................../................ menetap di ..........................................
(2). ................../................ menetap di ..........................................
(3). ................../................ menetap di ..........................................
b) Sobari/ ........................ menetap di ...................... , dengan anak/menantu
(1). ................../................ menetap di ..........................................
(2). ................../................ menetap di ..........................................
(3). . ................../................ menetap di ..........................................
c) Sumirah menikah dengan Tafsir dan Daryo, menetap di Pasiraman, dengan anak/menantu :
(1). Rustiati menikah dengan Jeri menetap di Jakarta.
(2). Kusmiati menetap di .Cilacap.
(3). A. Wahyudi (meninggal usia muda)
(4). S. Maulina menetap di Pasiraman
(5). ................../................ menetap di ..........................................
(6). ................../................ menetap di ..........................................
d) Keri/……….. menetap di …………, dengan anak/menantu :
(1). ................./................ menetap di ..........................................
(2). . ................../................ menetap di ..........................................
(3). ................../................ menetap di ..........................................
e) Samsi/.......... menetap di .............., dengan anak/menantu ...........
(1). ................../................ menetap di ..........................................
(2). ................../................ menetap di ..........................................
(3). ................../................ menetap di ..........................................

f) Toriyah/.......... menetap di .............., dengan anak/menantu ...........
(1). ................../................ menetap di ..........................................
(2). . ................../................ menetap di ..........................................
(3). . ................../................ menetap di ..........................................
g) Dawud/........... menetap di .............., dengan anak menantu :
(1). . ................../................ menetap di ..........................................
(2). . ................../................ menetap di ..........................................
3) Dikrun yang menikah dengan ........... menetap di ............., dengan anak/menantu :
a) ............................/............................, menetap di.............................................
b) . .........................../............................, menetap di ..............................................
c) ............................/............................, menetap di.............................................
d) . .........................../............................, menetap di ..............................................

3 Rumah tangga Karang Jongkeng Sekarang (2009) :

a. Rumah tangga H. Tohir : Seorang wirausahawan yang sukses dan pemuka agama yang tidak segan-segannya memacu warga untuk menghidupkan mushola dan kehidupan beragama yang baik.
b. Rumah tangga Sumeri : Pensiun Guru SD Pasiraman yang diharapkanm menjadi penggerak pembangunan Karang Jongkeng maupun Pasiraman Kidul.
c. Rumah tangga Sumar : Penunggu rumah Madiksan sebagai monumen yan g sangat berharga.
d. Rumah tangga Sumarti : Penunggu rumah keluarga Asmungi yang diharapkan selalu menjaga rumah menjadi tetap terpelihara.
e. Rumah tangga Rodat : Menantu Haji Tohir, yang menuruni ketrampilan mertuanya menjadi pedagang yang sukses di Pasar Ajibarang.
f. Rumah tangga Kastari : Seorang yang suka membantu orang lain yang memerlukan bantuannya.
g. Rumah tangga Yatinah : Anak Ngaidah yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di Jakarta.
h. Rumah tangga Komari asal Denasri : Purnawirawan Angkatan Udara, menantu Mangil/Haji Tohir. Dengan pengalaman menjadi anggota AURI diharapkan berperan pentimg untuk memajukan warga.
i. Rumah tangga Sobirin seorang wirausahawan yang berhasil.
j. Rumah tangga Salim : Purnawirawan Angkatan Darat menantu Agus Sudharto dari Denasri diharapkan berperan penting dalam memajukan warga.
k. Rumah tangga Djoko Restanto :Anak dari Agus Sudharto yang menempati rumah keluarga Karsim Sastrosukarto, diharapkan mampu menjadi penerus cita-cita para leluhurnya.
l. Rumah tangga Rustanto (Anak/menantu Kastari)
m. Rumah tangga Tatun : Anak dari Siti Sunani/Iskak
n. Rumah tangga Yasmud : Menantu Subari (suami Dariyah) yang memiliki ilmu agama yang baik agar dapat dilanjutkan ke warga.
o. Rumah tangga Rakum, menantu Nuryasan (suami Salamah)
p. Rumah tangga Sainah
q. Rumah tangga Rojikin
r. Rumah tangga Tamad
s. Rumah tangga Daryo
t. Rumah tangga Jamil
u. Rumah tangga Harwan
v. Rumah tangga Suwandi
w. Rumah tangga Imam Rodikun (cucu Maruto)

Peta rumah telah berubah-ubah pada zaman perang mempertahankan kemerdekaan, pada masa pasca mempertahankan kemerdekaan dan sekarang..

4 Partisipasi Warga

Gotong royong merupakan kegiatan warga seperti sewaktu membuat rumah dengan menggotong penglari dan wuwungan rumah, kerigan yaitu membersihkan jalan termasuk tambleg dan rolaknya. Salah satu wujud partisipasi masyarakat lain yang telah tampak adalah renovasi dan pembangunan mushola atau tajug dengan dana swadaya warga Karangjongkeng baik yang ada di Karangjongkeng dan sekitarnya maupun yang ada di luar Pasiraman seperti Jakarta, Depok, Bekasi, Bandung, Bogor, Medan, Yogya dll sehingga dapat menampung jamaah lebih banyak dari lingkungan Karang Jongkeng dan sekitarnya . Bila tajug dapat berperan sebagai wahana untuk penyebaran informasi yang dilakukan dengan efektif niscaya dapat mendatangkan kesejahteraan fisik dan spiritual warganya.

Masalahnya sekarang bagaimana memakmurkan tajug/mushola. Oleh karena itu kepedulian warga akan kegiatan tajug akan sangat berarti.Asal bentuk kegiatan yang dilakukan adalah untuk kepentingan masyarakat dan dikelola dengan baik yaitu bersifat terbuka dan bertanggung jawab (transparan dan akuntabel), insya Allah baik warga yang tinggal di Pasiraman maupun di luar Pasiraman dengan senang hati akan membantu. Dengan bekerjasama yang baik, sebenarnya beberapa kegiatan dapat dilaksanakan khususnya di Karang Jongkeng dan umumnya di Pasiraman, seperti pendirian koperasi, peningkatan agribisnis (kegiatan pertanian, peternakan dan perikanan), pengembangan Majelis Taklim, Taman Kanak-Kanak Islam (TKI), Taman Kanak-Kanak Al Qur’an (TKA), Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA), pengembangan Taman Bacaan/Perpustakaan dan lain-lain.

C. Kegiatan warga

1. Umum

Warga Karangjongkeng pada awalnya (sebelum kemerdekaan). Umumnya merupakan keluarga tingkat bawah yang sebagian besar hidup sebagai buruh tani (yang betul-betul sebagai petani dengan lahan sawah relatif sempit atau menyewa sawah bengkok hanya ada beberapa orang saja), sebagian kecil lainnya berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang jahit, tukang cukur dan buruh srawutan termasuk buruh bangunan.

Pada pagi dan siang hari para bapak dan pemuda-pemuda yang sudah mampu bekerja pergi ke tempat bekerjanya masing-masing, sementara yang pekerjaannya di rumah ya tinggal di rumah (seperti tukang jahit, tukang cukur). Bapak-bapak yang berdagang pada pergi pagi-pagi sekali. Yang berdagang sampai nginep disebut ndhangdheng, sementara yang pulang hari itu juga disebut tulak. Ibu-ibu i rumah dengan kesibukannya masing-masing termasuk mencuci pakaian di Kali Pliken. Sbagian ibu-ibu dan para mbekayu mungkin pergi derep atau mencari kraca/keong atau wewehan di sawah untuk dibuat sayur. Anak-anak pergi ke sekolah dan yang belum sekolah main-main saja di rumah atau latar (halaman rumah). Pada sore hari anak-anak pada ngaji/sekolah Arab di Karangjongkeng atau di luar Karangjongleng. Pada malam hari orang-orang tua dan dewasa ada yang ngaji, ngobrol sambil minum teh trubuk atau kesibukan lainnya, sementara setelah ngaji anak-anak pada bermain seperti jonjang, guik, baren dan lain-lain. Jenis mainan dan jonjang dapat dilihat pada lampiran VIII. Kegiatan warga Karangjongkeng lainnya terkait dengan keberadaan Kkali Pliken yang memang letaknya di sebelah timur tepat berbatasan dengan Blok Karangjongkeng. Permainan di Kali Pliken yang dilakukan anak-anak seperti serang-serangan, mengapung dengan kain sarung basah yang diisi udara sehingga mengapung dan lain lain.

Kali Pliken merupakan salah satu urat nadi kehidupan sehari-hari untuk pertanian, mandi, buang air dan mencuci pakaian khususnya bagi warga Karangjongkeng dan warga Desa Pasiraman Kidul bagian timur umumnya. Dahulu Sungai Pliken merupakan sumber air minum yang sangat vital karena airnya masih bersih dan bening serta belum tercemar seperti sekarang. Dahulu di waktu pagi dan sore hari setelah mandi masyarakat mengambil air kali ini untuk keperluan minum dan masak dengan menggunakan lodong yaitu bambu sepanjang 1 sampai 2 meter dengan ruas tengah dibuang dengan jalan ditotos.. Pada waktu aliran air Sungai Pliken kecil (bulan Juli – Agustus) masyarakat yang tinggal tidak jauh dari sungai ini (khususnya warga Karangjongkeng) mencari ikan dengan cara marak dan mengkong. Ada sementara warga yang sebelum mengkong terlebih dahulu membuat rumpon yaitu dengan meletakkan dan menumpuk batu-batu berukuran sedang di tempat tertentu dengan harapan nantinya digunakan ikan untuk berkumpul. Setelah beberapa lama rumpon tersebut lalu dipengkong untuk diambil ikannya. Disamping itu banyak pula anak muda yang mencari ikan dengan cara memancing. Pancing buatan Mardi sangat spesial dimana ruwit-nya sangat tajam dan indah bentuknya. Bila seseorang membeli dan memancing menggunakan produknya pasti menjadi ”widikan” dan hasil pancingannya mendapat ikan banyak. Ada kebiasaan mancing yang terus dipelihara sampai sekarang oleh Ansor yang selalu mancing di Depok dan Medan tempat anak dan menantu dinas di Polda Sumatera Utara. Kalau ada tamu dari Jakarta ingin ketemu Ansor di Medan harus afspraak lebih dulu, kalau tidak maka pasti pergi mancing di salah satu kali di Medan.

Terdapat prasarana yang masih dipakai untuk kegiatan saat ini yaitu blandangan, turunan menuju jalan desa yang sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat bermain dan kongko-kongko.

Ada satu kegiatan lain lagi di Kali Pliken yang cukup menarik untuk ditulis. Kegiatan ini tidak dilakukan oleh warga Karangjongkeng tetapi oleh warga yang datang dari desa lain. Pada akhir musim hujan atau menjelang musim kemarau di mana air Kali Pliken semakin surut orang itu memasang telik (alat penangkap ikan semacam wuwu/bubu dengan ukuran kecil di dasar Kali Pliken dengan jumlahnya yang cukup banyak. Sebagai tanda pada telik itu dipasang batang bambu kecil atau lidi aren yang ujungnya diberi bulu ayam atau bulu itik. Bila kena angin sedikit saja lidi-lidi dan bulu-bulu ayam itu berkelebatan sehingga sangat elok dipandang mata. Sebagai umpan agar ikan tertarik masuk ke telik tersebut maka ke dalam telik dimasukkan daging kepada yang sudah dibakar. Memasang teliknya searah dengan arus air. Setelah beberapa hari telik-telik tersebut baru diangkat. Hasilnya cukup lumayan dengan berbagai jenis ikan yang masuk seperti antara lain uceng, benter, lunjar dan kekel. Kadang-kadang masuk pula lele theot (yuyu).

2. Mobilitas Warga

Dahulu angkutan sehari-hari warga hanya sepeda dan dokar. Sepeda pada awalnya menggunakan ban bulet yang tidak ada ban dalamnya, jadi tidak perlu dipompa dan tidak empuk seperti sepeda sekarang. Kalau dipakai dalam keadaan cuaca panas di siang hari bannya copot, dan bila ingin dipakai lagi menunggu sampai cuaca dingin. Tidak semua orang mempunyai sepeda, hanya beberapa orang saja. Merk sepeda yang ada pada waktu itu seperti Pongres, Hercules, Hertog dll. Yang paling neces sepeda yang pakai versneling yang bunyinya thik-thik ......... Pokoknya laki-laki yang mempunyai sepeda yang berversneling ini menjadi incaran ibu-ibu yang mempunyai anak gadis. Janda juga ada yang naksir. Sepeda digunakan untuk perjalanan menuju pasar, kantor atau sekolah. Mail (Tohirin) setiap hari ngonthel sepeda membawa dagangan tembakau ke Pasar Ajibarang. Sepeda motor belum ada. Yang memiliki keblek (sepeda motor) hanya mantri Kasran dan pel pulisi dan mereknya Jawa. Namun keinginan besar untuk memiliki sepeda motor (keblek) dijalani dengan mengikat plendungan (balon) dekat as roda belakang ditempelkan ke ruji dan kalau jalan menyenggol ruji akan berbunyi seperti sepeda motor.

Dokar digunakan oleh keluarga untuk mengangkut barang belanjaan dari Pasar Ajibarang atau Parakan Sinjang. Bagi mereka yang datang dari Jakarta dan Bogor atau Tegal dengan menggunakan bus, turun di Parakan Sinjang kalau tidak ada dokar dan tidak ada orang yang mau memberikan jasa mengangkut barang-barang (pekerjaannnya disebut embret dan orang yang membawa barang disebut kuli tagog) ke Pasiraman terpaksa manggul bawaannya ke Pasiraman. Kalau pulangnya ke Purwokerto, Tegal, Jakarta dan Bogor sih gampang karena ada man Kaslam

Perkembangan kemudian adalah bila anak-anak akan sekolah ke Ajibarang, mereka naik power wagon yang sementara orang menyebutnya power wadon, endi power lanange? Kalau tidak kebagian tempat karena tempat yang terbatas atau karena terlambat maka ke Ajibarang dengan jalan kaki.

Setelah kebanjiran sepeda bermesin dari Jepang dengan berbagai merk seperti Honda, Yamaha, Suzuki dan Kawasaki pamor sepeda menurun bahkan sudah jarang dapat ditemukan. Walaupun terdiri dari berbagai merek orang menyebut seluruh sepeda motor di atas hanya Honda.

3. Seni dan Budaya

Tidak seperti budaya Pasiraman yang terbagi atas budaya Kaum Abangan dan Kaum Santri (Kaum Sarungan) , di Karang Jongkeng hanya berkembang budaya Santri yang diikuti oleh Kaum Sarngan.Budaya Kelompok Santri dikembangkan oleh para santri dan keluarganya kebanyakan berhubungan dengan dakwah Islam yang dilakukan melalui gambusan, jiduran, genjringan dll. Kebanyakan dipentaskan pada waktu memperingati hari besar Islam seperti Muludan dan Rajaban. Bila ada anak sunatan sering diramaikan dengan genjringan meskipun kadang-kadang alatnya satu atau dua genjring saja. Pada acara genjringan atau jiduran ini penyanyinya suka pada ngelik (menyanyi dengan nada tinggi). Namun demikian pada hari tertentu warga juga nanggap kesenian tersebut sekalian sebagai training.

Budaya yang kemudian dikembangkan para generasi mudanya adalah kroncong karena anak-anak muda memulai menggunakan instrumen modern seperti gitar, bas, biola, kecruk, ketipung dll. Kita kenal orkes keroncong, langgam dan dangdut seperti sekarang ini. Dikenal tokoh-tokohnya seperti Rusmadi, Mahtum dengan biola mautnya, Mashud, Kamali dan lain-lain. Bahkan bersama dengan pemuda Pasiraman dari blok lain pada sekitar awal tahun tujuh puluhan anak-anak muda mendirikan Group Band The Ten Boys, dengan personel Bambang (bas), Bejo Hartono (gitar), Dasiman (drum), Djuprianto (teknisi), Warso (teknisi), Nurhayati, Nuraeni dan Satoto sebagai vokalis.

D. Penerangan

Perkembangan penerangan dari masa ke masa sangat signifikan untuk dicatat di sini. Pada awalnya pada malam hari warga menggunakan alat penerangan dengan bahan bakar minyak tanah untuk kepentingan keluarga dan kemudian berkembang dari waktu ke waktu. Semula alat penerangan berupa dlepak kemudian berkembang menjadi ceplik, dian , senthir, teplok, lampu gantung, petromax yang merknya Strongking yang pompanya ada di lampu tersebut (nama lain lampu jumalajana) atau boklam yang dipompa dari jarak agak jauh dan terakhir listrik. Sumbu dari dian atau sentir dibuat dari gulungan kain (yang paling baik biasanya bekas popok yang pesing) yang disebut deles yang berfungsi menjadi aliran minyak tanah karena sifat deles yang adhesif selalu menghisap minyak. Kalau bagian yang terbakar oleh api dan menimbulkan api sudah berkurang maka deles diangkat, deles yang masih dalam kaleng penampung minyak diuntir menggunakan tangan agar naik ke atas sehingga tangan menjadi berbau minyak tanah. Pada zaman Jepang bahan bakar lampu adalah biji jarak yang ditusuk seperti sate kemudian dibakar.

Sebelum listrik masuk desa kalau orang bepergian di malam hari memakai obor (cempor) untuk menghindari halangan di jalanan seperti kepaduk/tersandung batu, wewe, ondar-andir, kunthi, macan, demit, wedhi didis banaspati dan lain-lain setan. Tetapi anehnya sampai sekarang belum ada orang ketemu dengan setan-setan di atas. Semuanya itu hanya ........ katanya. Sayangnya obor kalau ada angin besar bisa mati, sehingga diganti menjadi ting atau lentera yang ditutupi kaca agar api tidak mati karena tiupan angin. Perkembangan lagi adalah pada zaman penumpasan DI/TII obor berubah menjadi senter yang sumber energinya dari batu batere dan digunakan untuk inderlaag yaitu kontrol ke seluruh penjuru desa. Pada waktu ibu-ibu melahirkan anak, digunakan penerangan berupa jagrag bambu dan di atasnya di pasang senthir, dan tempat dikuburnya ari-ari ditaruh lampu sehingga memberikan tanda terang. Pada waktu menjelang dan selama masa lebaran warga biasa membuat damar kurung dengan aneka bentuk. Suhad, Mahtum, Mashud dan Dori merupakan anak yang paling lihai dalam membuat damar kurung (lampion).

Sebetulnya pada zaman desa Pasiraman Lor dipimpin Demang R. Slamet, telah diusahakan dibangun listrik dengan sumber daya air tetapi belum sampai beroperasi penuh sudah berhenti karena kekurangan sumberdaya airnya. Listrik hanya di sekitar kademangan saja. Upaya ini dilanjutkan oleh puteranya R. Sugoto dengan membangun jaringan listrik diesel dan Karangjongkeng kebagian nyalanya. Namun tidak lama listrik ini juga mati. Listrik sepenuhnya masuk desa mulai pada zaman orde baru, dalam Program Listrik Masuk Desa sehingga seluruh warga mendapat aliran listrik selama 24 jam.

E Kesehatan Masyarakat dan Perkembangannya

Kondisi rumah sampai dengan Masa Pasca Mempertahankan Kemerdekaan (s/d 1965) sangat menyedihkan. Lantai rumah terbuat dari tanah dengan dinding terbuat dari bambu (gedeg/tabag) atau papan kayu dan jendela kurang atau tidak ada sehingga sirkulasi udara kurang baik. Kondisi demikian menyebabkan lantai rumah selalu lembab dan sirkulasi udara kurang baik sehingga menjadi sarang penyakit (khususnya tuberculosis) dan mudah menimbulkan penyakit, khususnya untuk bayi dan anak balita terutama pada musim hujan. Penyakit perut yang biasa diderita warga umumnya lodhong (mencret). Pelayanan kesehatan, walaupun sudah ada klinik (orang menyebutnya krinik) yang dipimpin Mantri Kasran dan Madreja belum dimanfaatkan secara maksimal karena obat-obatan dan tenaga kesehatan terbatas. Obat yang tersedia di antaranya salycil spirtus, yodium tinctur, obat luka bodenporem (iodoform), streptomycine, sulfadiazin, sulfaguanidin, norit, Penicylin, Penstrep, pil kina, aspirin, asetosal, asedov. dll. Walaupun demikian, sebagian warga masih ada yang menghubungkan sakit dengan roh jahat (tenung, teluh dan lain-lain) seperti seorang yang sakit dan perutnya buncit disebabkan karena ditenung orang atau karena waktu hidupnya suka bersumpah (supata) ……… de busung (gelem busung) ……. sehingga akhirnya sakit busung (perut buncit) betulan , padahal dalam dunia kedokteran sekarang dengan peralatan dan sumberdaya manusia yang semakin canggih dapat dideteksi mungkin dapat didiagnosa sebagai penyakit liver (hepatitis atau cirrhosis hepatis). Demikian pula dengan kematian mendadak konon karena dibikin orang sehingga dapat menimbulkan fitnah. Padahal orang tersebut mengalami ……….. serangan jantung (heart attack). Serangan mendadak biasanya terjadi pada waktu orang sedang leha-leha duduk di kursi males sehingga dianggap sebagai kena angin duduk (angina pectoralis).

Pola penyakit, pengobatan dan kebiasaan warga terkait kesehatan diantaranya adalah sebagai berikut :
1 Penyakit pada bayi dan anak, di antaranya :
a. Muntaber (lodhong/diare dan muntah-muntah) diobati dengan makan tumbukan daun sawo, tumbukan katibabal, dll. Ini terkait dengan higiene perorangan yang kurang yaitu tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan.
b. Panas diobati dengan menempelkan pada ubun-ubun tumbukan campuran (dipupuk) dringo benggle dicampur tumbukan pala.
c. Kejang-kejang atau setip (stuip) dikompres, dengan daun dadap srep.
d. Gabagen atau measles.
e. Gondongan atau mump yang mengakibatkan pembesaran di sekitar leher. Bentuk muka orang menjadi seperti segi empat. Obat yang digunakan biasanya leher yang membesar tersebut diberi blau.
f. Cacar air atau water poken.
g. Cacingan terutama disebabkan masuknya cacing perut (Ascaris lumbricoides) dan cacing kremi (Trichuris trichuera) ke dalam perut. Kedua jenis cacing ini termasuk keluarga soil transmitted helminth yaitu cacing yang menggunakan sebagian hidupnya (sebagai media) tanah yang lembab/basah di mana anak-anak suka bermain. Sekarang tanah yang becek tempat hidup telur dan larvanya sudah jarang ditemukan di desa.
h. Batuk pilek kadang-kadang dengan ingus yang meler hingga panjang kalau tidak dibuang atau ditarik kembali bisa masuk ke dalam mulut. Biasanya rasanya asin.
i. Infeksi kuping (Otitis Media Akuta) sering menimbulkan teler yang suka ndlewer dan baunya luar biasa.

Kematian bayi dan anak cukup tinggi disebabkan terutama oleh diare dan kejang-kejang (stuip) sehingga angka kematian bayi (Infant Mortality Rate) dan balita (Under Five Mortality Rate)nya tinggi. Demikian juga kematian ibu khususnya ibu melahirkan (Maternal Mortality Rate)nya tinggi. Umur Harapan Hidup (Life Expectancy Rate) masih rendah (mungkin di bawah 50 tahun). Orang yang sempat berumur di atas 60 tahun benar-benar orang pilihan. Mulai tahun 2000 Umur Harapan Hidup manusia Indonesia sudah mencapai 63 tahun karena tingkat kesehatan masyarakat yang sudah semakin baik.

2 Penyakit anak muda :
a. Luka karena jatuh diobati dengan menaruh tumbukan pane gowang yang dimamah di mulut dan menaruhnya di atas luka. Cara mengobatinya : setelah dikunyah agak halus lalu disemprotkan ke luka tertsebut bersama ludahnya dan diratakan dengan jari sambil mengucapkan mantera ”coh coh kelicoh balung mlacoh tambane idoh”
b. Luka terkena tusukan benda tajam (keperang) diobati dengan menempelkan kulit lompong hitam.
c. Sunat dengan jasa dukun sunat (Madruki dan Barmawi).

3. Penyakit pada ibu hamil dan menyusui,
a. Agar kehamilan.berjalan dengan baik ibu hamil diberi jamu godog bikinan dukun bayi.
b. Ibu dianjurkan untuk banyak makan sayur katuk agar nanti setelah melahirkan banyak mengeluarkan air susu ibu untuk bayi yang baru dilahirkan.
c. Larangan untuk ibu mengandung adalah tidak boleh makan udang karena kalau makan udang sewaktu melahirkan kaki bayi akan keluar terlebih dahulu sehingga bayi sulit lahir. Juga dilarang makan ikan asin karena akan mengakibatkan susu berbau amis.
d. Melahirkan dengan jasa dukun bersalin (Nini Ridem dari Karang Salam) disertai obat godognya.
e. Oleh mbok dukun ibu diberi pilis di pelipis kanan dan kiri dan disediakan empon-empon.
Dukun bayi yang banyak dikenal warga Karangjongkeng adalah Nini ..........., setelah meninggal yang banyak jasanya menolong persalinan ibu-ibu melahirkan adalah Nini Ridem dari Karangklesem..

Untuk mandi, karena pada umumnya belum memiliki kamar mandi di rumah, ibu yang baru melahirkan mandi di kali. Setiap habis mandi ibu mencoretkan cairan kapur (apu atau enjet) di batu setiap hari satu coretan sampai hari ke-40 sehingga coretannya pada hari ke-40 berjumlah 40 berarti masa nifas sudah berakhir. Oleh karena itu ibu-ibu di Karangjongkeng tidak akan mengalami kesulitan pada waktu memilih calon legislatif atau pemilu presiden pada pemilihan legislatif pada 9 April 2009 dan 8 Juli 2009 karena sudah biasa mencontreng menggunakan apu di atas batu di sungai.

4. Penyakit umum orang dewasa :
a. Cape-cape sehabis bepergian cukup di “bregodog” dengan memanggil Nini Redok
b. Masuk angin dikerok
c. Batuk pilek (ISPA) didiamkan saja nanti akan sembuh sendiri
d. Srepet (rheumatik)
e. Pathek atau framboesia
f. Wudun/puru atau bisul
g. Malaria terutama malaria tropicana yang sangat ganas dan mengakibatkan badan menjadi panas tinggi (demam). Banyak korban meninggal baik orang tua maupun anak-anak karena diserang malaria di antaranya Maryati adik dari Marsoedi. Pengobatan dari Krinik cuma diberi pil kina yang berwarna biru dan rasanya pahit itu. Untuk mengatasi panas tinggi (demam), penderita sering berlari keluar rumah mencari tempat yang lebih dingin. Ramai-ramailah orang mencari orang sakit tersebut yang orang menyebutnya sebagai ”digawa kelong” dengan membunyikan kenthongan.

5. Penyakit cacar (small pox) pernah menyerang masyarakat. Disamping mengakibatkan muka bopeng juga beberapa di antaranya menjadi buta karena penyakit cacar ini. Untuk divaksinasi cacar saja warga umumnya masih takut.

6. Pada zaman dulu tidak ada imunisasi kecuali vaksinasi (cuplik) cacar tersebut. Perkembangan berikutnya memang ada vaksinasi TCD (Typhus, Cholera, Disentri), kemudian Chotipa, DPT dan BCG serta polio.

7. Lingkungan , kemiskinan dan ketidak tahuan (ignorance) sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat maupun individu. Sikat gigi belum banyak yang menggunakan pasta gigi (odol), sebagai sikat digunakan daun alang-alang yang diremas-remas agar sedikit halus dan digosokkan ke gigi tanpa pasta gigi menggunakan telunjuk kanan. Ada juga yang sikat gigi dengan menggunakan bubukan bata merah. Mandi dan cuci pakaian masih menggunakan sabun bleko jadi tidak bersih. Penyakit kulit masih banyak ditemui di kalangan warga tertentu, misalnya para santri banyak yang menderita sakit kulit (scabies/gudig) sehingga dikenal santri gudig, yang sangat berpengaruh pada saat melakukan ibadah sholat dengan banyak menggaruk-garuk kulit yang sakit/gatal terutama bagian bokong sehingga sholatnya tidak khusuk. Gudig yang sangat banyak dan sangat gatal disebut gudig mimir.. Dan memang tidak semua ajaran Islam seperti dalam Al Qur’an dan Hadits belum sepenuhnya dipahami. Yang diperdalam hanya mengaji saja, padahal menurut Al Quran kebersihan merupakan sebagian dari iman. Ini semua disebabkan ketidak tahuan yang berkaitan dengan faktor pendidikan yang masih rendah dan kemiskinan sehingga tidak mau dan mampu membeli sabun mandi. Bakaran merang yang direndam dalam air, airnya disaring dan digunakan untuk keramas terutama bagi ibu-ibu yang akan melakukan mandi besar.

8. Perkembangan kesehatan sampai saat ini

Saat ini pelayanan kesehatan sudah semakin dekat dengan masyarakat seperti pembinaan kesehatan masyarakat baik melalui Puskesmas maupun Posyandu. Dewasa ini Posyandu dengan program-programnya terutama imunisasi (tetanus toxoid bagi ibu yang menukah dan hamil serta anti polio, campek/measles bagi bayi, dll) mencegah penyakit menular pada anak-anak (immunizable disease), pencegahan penyakit menular, perbaikan lingkungan dan perbaikan gizi telah dapat mengurangi penyakit anak-anak. Puskesmas di Parakansinjang juga dibangun beberapa kamar untuk merawat pasien. Jadi disamping melayani rawat jalan Puskesmas juga melayani rawat inap. Dibangunnya RSUD di Ajibarang telah meningkatkan pelayanan rawat inap bagi warga Karangjongkeng khususnya dan Pasiraman pada umumnya.. Penyebaran tenaga kesehatan sudah semakin mendekati masyarakat, ada bidan di desa bahkan dokter praktek swasta. Beberapa rumah sudah membuat sumur, kamar mandi dan sarana membuang air besar sendiri sehingga lingkungan menjadi lebih baik. Secara umum pelayanan kesehatan menjadi semakin baik.

Keadaan lingkungan saat ini dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Baru beberapa rumah tangga yang sudah menggunakan air bersih yang digunakan untuk minum, mandi dan membuang air kotor (buang air besar/kecil dan air buangan rumah tangga), 2. Kebersihan lingkungan (pekarangan) dan pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal, 3. Tebing sebelah barat kali Pliken tergerus banjir dari waktu ke waktu sehingga membahayakan pada musim hujan dan terjadi erosi sehingga dapat mengurangi lahan Karang Jongkeng yang sudah semakin sempit, 4 Sebagian besar pekarangan belum dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan keluarga misalnya untuk blumbang (kolam), tanaman keras, tanaman obat dll.

Sarana lain yang tetap bertahan sampai sekarang adalah blandangan. Blandangan merupakan jalan menurun menuju jalan desa dan digunakan sebagai forum berkomunikasi antar warga dan tempat anak bermain.

F Perkembangan Pendidikan

Telah disadari bersama bahwa pendidikan merupakan modal utama untuk kemajuan suatu bangsa. Hal ini betul-betul telah dirasakan warga sehingga berusaha untuk meningkatkan pendidikan anak-anaknya sampai jenjang yang setinggi tingginya. Warga yakin akan sabda Rasulullah : ”Raihlah pendidikan mulai dari kandungan sampai ke liang kubu” yang berarti menuntut ilmu tidak mengenal batas umur mulai dari sebelum lahir sampai tua. Rasulullah juga telah bersabda : ”Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina” yang berarti belajar tidak mengenal tempat apakah di Pasiraman, luar Pasiramman termasuk di luar negeri. Kedua hal tersebut menjadi pegangan orang-orang tua sebagai modal untuk menjalani kehidupan kelak .

1 Pendidikan Umum

a) Zaman Penjajahan Belanda
Sejalan dengan kebijaksanaan/politik etis (Etische Politiek) dari pemerintah Hindia Belanda maka di setiap desa didirikan sekolah rakyat yang hanya sampai tiga tahun yang terkenal di kalangan pribumi sebagai Sekolah Ongko Loro. Letak sekolah di sebelah utara rumah Demang Pasiraman Kidul (sekarang sebelah rumah Mahmuddin) dan di Pasiraman Lor dekat rumah Brahim Gembus/Suwedi. Satu formula (rumus) matematika yang diajarkan pada waktu itu dan sekarang masih relevan adalah pipo londho singkatan dari ping poro lan sudho, suatu rumus untuk menghitung dengan urutan ping (perkalian), poro (pembagian), lan (penambahan) dan sudho (pengurangan).

Warga Pasiraman sangat beruntung karena Sekolah Ongko Loro yang ada ditingkatkan dari tiga tahun menjadi enam tahun berarti warga dari desa lain di lingkungan Kecamatan Pekuncen jika ingin melanjutkan pendidikan kelas empat sampai kelas enam pindah ke Pasiraman. Hanya di Pasiraman terdapat sekolah rakyat (Bestuur School) yang lengkap dari kelas satu sampai dengan kelas enam.

Kepala Sekolah yang terkenal disiplin adalah Mantri Guru Badringun dan Kotjosoekarto.

b) Zaman Penjajahan Jepang
Tidak ada kemajuan yang berarti di bidang pendidikan.
Kegiatan anak sekolah :
1) Sebelum masuk kelas anak-anak harus taiso (olah raga), kemudian menyanyikan lagu-lagu Jepang, dan yang terakhir mengucapkan janji/sumpah prasetya terhadap Kaisar Jepang. Janji/sumpahnya sebagai berikut : Hitot wa erawa singjayano gakutonari.
2) Setiap hari Senin pagi diadakan upacara bendera dan membacakan pernyataan/janji siswa dengan serangkaian upacara yaitu (a). pengibaran(c). Menghormat kaisar Jepang (Kaisar Tenno Heika) dan pahlawan Jepang dengan arah ke negara Jepang (menghadap arah timur laut) dengan memejamkan mata dengan komandonya : makuto (memejamkan mata milai) dan yamat (memejamkan mata berhenti), (d). belajar bahasa Jepang dan menyanyikan lagu-lagu Jepang seperti Kimigayo dan Umiyukaba dll. Bahkan ada yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yaitu Bunga Sakura.
3) Sekolah Rakyat sampai kelas VI.

c) Zaman Perang Mempertahankan Kemerdekaan
Sekolah Bestuur yang dibakar pada tahun 1947 mengganggu kegiatan belajar mengajar. Walaupun demikian kegiatan belajar mengajar tetap dilakukan di rumah penduduk. Waktu mengungsi kegiatan belajar mengajar tetap dilakukan di Tumiyang Udik. Bahkan perayaan tujuh belas Agustus diramaikan dengan melepas balon ke udara. Mereka yang sudah menduduki kelas VI, mengulangi lagi kelas VI nya. Sebagian kecil sudah ada yang sekolah di Purwokerto (Warkiman di SMP Gunungjati). Kisworo belajar di kelas VI sampai 3 kali yatu zaman Jepang, zaman agresi Belanda dan setelah gencatan senjata dengan Belanda.

d) Zaman Pasca Perang Mempertahankan Kemerdekaan
Pendidikan sudah mulai tertata sesudah perang mempertahankan kemerdekaan usai, namun para siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMP, dan kembali belajar di kelas VI. Karena kurang informasi siswa SR kelas VI tidak dapat mengikuti ujian tahun 1949. Oleh karena itu Kisworo tidak ikut ujian akhir SD, sehingga masuk ke SMP Sore, yang karena kerajinannya dipindahkan oleh Kepala SMP Sore (R. Saladi) ke SMP Negeri I. Akibat dari dibakarnya Sekolah Bestuur, ruang belajar dipindahkan ke beberapa rumah penduduk. Kelas I dan II di rumah Pak Djatmo, Kelas III di rumah Bau Masngudi, Kelas IV di Madrasah, Kelas V dan VI di lahan dekat kediaman pak Guru Sutardjo. Ada pula kelas di rumah guru Dikin dan Carik R. Sumbodo.

Mutu pendidikan dianggap oleh sebagian orang tua rendah sehingga sebagian siswanya dipindahkan ke Purwokerto dengan menduduki kelas yang dua tingkat di bawahnya (kelas 6 di Pasiraman dimasukkan menjadi kelas 4 di Purwokerto), namun siswa dari Karangjongkeng dengan penuh percaya diri tetap sekolah di Pasiraman. Ujian masuk SLTP yang diikuti siswa Pasiraman dimulai tahun 1950 diadakan di Purwokerto. Untuk ikut ujian harus bermalam di Purwokerto karena kesulitan transportasi (bis tidak ada yang dari Parakan Sinjang pagi sekali). Soewardjo lulus SR pada 1950 dan diterima di SGB Negeri Purwokerto. Tahun berikutnya ujian masuk SLTP di Purwokerto tidak ada anak yang lulus sehingga Marsudi masuk ke SMP Swasta (SMP Sore). Tahun berikutnya Khudori sekolah di SMP Muhammadiyah di Ajibarang. Pada ujian masuk tahun 1955, banyak yang lulus sehingga sebagian ada yang diterima di SMP Negeri II (Soedirno), SGB Negeri (Djamilah), sisanya sekolah di SMP swasta di Ajibatang dan Purwokerto.

Ternyata sekolah di Pasiraman merupakan sekolah yang bermutu di bawah bimbingan para pahlawan tanpa tanda jasa seperti Bapak Badringun, Bapak Kocosukarto. Bapak R. Sutoyo (ketiga-tiganya Kepala Sekolah), Bapak Kirun, Bapak Karsim Sastrosoekarto, Bapak Suhadi, Bapak Dartim, Bapak Sugino, Bapak Sage (Atmo), Bapak Dikin Kartoharjono, Bapak Surwan , Ibu Rohati dll. Masuk SMP dan SGB Negeri menjadi dambaan setiap siswa SR karena bayarannya murah, mendapat buku tulis gratis, mendapat bimbingan guru yang bermutu, dan gedung sekolahnya baik, bahkan Soewardjo mendapat ikatan dinas sewaktu sekolah di SGB dan SGA yang berarti mengurangi begroting bapaknya untuk biaya sekolah anak-anak yang lain.

Karena kemiskinan, siswa SR Pasiraman tidak pernah menggunakan alas kaki/sepatu apalagi baju seragam. Suatu ketika terjadi kunjungan siswa SR dari Ajibarang. Dengan menaiki sepeda anak-anak ini sampai di Pasiraman dengan segala kebanggaannya mengunjungi SR di pedesaan. Memang nyata benar bedanya, anak-anak siswa SR Ajibarang disamping membawa sepeda juga bersepatu tidak seperti anak Pasiraman yang nyeker saja. Tetapi nyatanya tidak mengurangi mental anak SD Pasiraman.

e) Zaman Pembangunan
Sejalan dengan tuntutan pembangunan, sarana pendidikan umum sudah secara mudah didapatkan bagi warga Karangjongkeng untuk mendapatkan pendidikan SMP Negeri satu-satunya di Ajibarang, kemudian beberapa tahun kemudian di Karangsengon (Karangklesem) didirikan SMP Negeri dan SMA Negeri di Lesmana. Sekolah di SMP dan SMA bukan hal yang sulit karena tidak perlu indekost seperti pada tahun 1950-1960 dimana keluarga mengeluarkan banyak biaya untuk menyekolahkan anaknya di Purwokerto karena harus indekost (mondok). Sebagian warga meneruskan pendidikan di Perguruan Tinggi di Jakarta, Bandung, Bogor, Jogya dan lain-lain. Marsudi adalah warga Pasiraman pertama yang setelah lulus dari SMA Negeri Purwokerto melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi yaitu di Akademi Pertanian Ciawi Bogor pada 1957 yang mendapat ikatan dinas dan tinggal di asrama. Soedirno memasuki Akademi Gizi pada tahun 1961 di Bogor, mendapat ikatan dinas dan asrama juga. Warkiman pernah diangkat sebagai Kepala SMP Negeri Ajibarang. Beberapa warga bahkan ada yang memperdalam ilmunya di luar negeri seperti Negeri Belanda, Belgia, Denmark, Jerman, Italia, Spanyol, Inggeris, Amerika Serikat, Philipina, Singapura, Jepang, Cina, Hongkong, Thailand, Sri Lanka, Australia dll baik untuk memperoleh gelar kesarjanaannya maupun mengikuti latihan, kongres, seminar dan lain-lain.

Sampai saat ini beberapa warga telah menamatkan pendidikan jenjang Diploma III (Strata 0) (22 orang), Strata 1 (58 orang), Strata 2 (9 orang) dan strata 3 (3 orang). Dua orang di antaranya menjadi profesor di UGM Yogyakarta dan IPB Bogor. Beberapa warga keturunan Karang Jongkeng dewasa ini ada yang sedang mengikuti pendidikan jenjang sarjana muda (S-0), jenjang S-1 di Universitas Indonesia (Fak. Tehnik, FISIP, FE), Universitas Nasional ( Fak. Ekonomi), Univesitas Negeri Jakarta (Fak. Senirupa), Universitas Gajah Mada (Fak. Ilmu Komputer), Sekolah Tinggi Akuntansi (STAN), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Universitas Merdeka Madiun, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Medan Baru Medan dan lain-lain. Untuk jelasnya daftar pendidikan anak warga Karangjongkeng dapat dilihat pada Lampiran VII.

2 Pendidikan Agama

Disadari bahwa pendidikan agama sangat penting sebagai dasar untuk kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Sebagian orang mulanya menganggap pendidikan umum yang didirikan pemerintah kolonial Belanda dirasakan tidak cocok karena dianggap pendidikan barat. Orang demikian mencari tempat pendidikan keagamaan seperti yang dilakukan melalui Pondok Pesantren misalnya Pondok Pesantren Karangcengis (Kiai Muslih), Purwokerto (Kiai Bunyamin), Ajibarang (Kiai Abdullah Sirod), Karang klesem (Kiai Abbas), Karangkepundung (Kiai Dimyati), Pebarongan bahkan sampai ke Ponorogo. Peranan Kiai Abbas, Kiai Ghozali dan Munjirin dalam mendidik agama Islam pada warga Karang Jongkeng sangat menonjol yang kemudian dilanjutkan oleh H. Muhalil dan H. Tohir. Sebagian dari kaum sarungan ini ada yang mencari ilmu di pesantren Tegalgubug Cirebon. Orang-orang yang dinilai menguasai bidang agama seperti Munjirin dijadikan tempat mengaji. Ibu-ibu mengikuti pengajian (majelis taklim) di pesantren Karang Kepundung (Kiai Dimyati).

Sehabis shalat maghrib anak-anak mengaji. Beberapa salawat penting dilakukan dalam bahasa Arab bercampur Jawa seperti : Bocah ngaji sun tuturi mbok menawa bisa ngerti, yen wis ngerti dilakoni ..........dst. Ini mengandung petunjuk yang sangat berarti untuk menjalankan syariah Islam.. Ustadz Munjirin pernah mengajak para santrinya sehabis sholat subuh ke Tinggarjaya (desa Yasmud), Jatilawang.

Bagi anak-anak yang sekolah di sekolah umum tetapi merasakan kurang dalam pendidikan agama dengan berdirinya Madrasah Tarbiyatul Athfal mulailah anak-anak muda menyempatkan waktu sorenya (pukul 14.00 – 17.00) belajar di Sekolah Arab (nama harian untuk Madrasah Tarbiyatul Athfal) ini dengan ustadz Ilyas Abidin, H. Muhalil, H. Tohir, Muhammad, Mahtum, Khudori, Mashud, Masduki, Iskak yang sangat besar peranannya dalam pelaksanaan pendidikan agama ini. Pengalaman mereka sebagai guru ternyata berpengaruh besar dalam kehidupan selanjutnya sebagai anggota TNI. Sungguh pendidikan agama sejak dini telah memberikan dasar keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada seluruh warga Karang Jongkeng, sehingga sejauh ini tidak pernah ada keturunan Karangjongkeng yang berbuat kriminal ataupun narkoba.

Di Karangjongkeng juga terdapat sebuah mushola yang disebut tajug. Keberadaan tajug sangat efektif sebagai wahana untuk berkumpul warga untuk memperdalam agama dan penyebaran informasi warganya. Dahulu ibu-ibu pergi mengaji ke Pondok Pesantren di Karangkepundung di pagi/siang hari. Pada sore harinya mereka mengapalkan pengajian yang baru berupa lagu/tembang itu di teras rumah (pintu) sambil petan (didis) Salah satu baris kalimat dari hasil ngaji di Karangkepundung yang dinyanyikan secara merdu adalah sebagai berikut ” Kaping papat ngaji Qur’an lan maknane ................. Telu likur tinggal ngatur sandang pangan, nadyan sethithik, nadyan kurang, asal madang ......... dst.” Kepedulian warga akan tajug sangat berarti. Kegiatan-kegiatan di tajug meliputi pengajian yang selalu dilaksanakan secara rutin. Bentuk kepedulian akan berkembangnya tajug terlihat dari pembangunan fisik dari tahun ke tahun sehingga menambah kapasitas tajug. Di samping warga dari Karang jongkeng , sebagian jamaah berasal dari Blok Kidul dan Kebondalem. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memakmurkan tajug/mushola untuk meningkatkan mental, spiritual dan kesejahteraan warga. Kebiasaan mengaji secara perorangan dan sholat tahajud merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh ibu-ibu di rumahnya seperti yang dikerjakan Rukiyah.

Pada waktu bulan Ruwah ada kebiasaan sadranan yaitu mengirim makanan antar tetangga terutama kepada orang yang dianggap lebih tua dan lebih dihormati. Mengantar makanan yang paling disukai adalah mengantar makanan ke Kranggan dan Kalimanggis, karena biasanya pulangnya dapat amplop.

Pada waktu bulan Puasa sehabis taraweh disajikan jaburan/tajilan seadanya seperti lepet, singkong bakar, uwis-uwis (gorengan tape), munthul goreng/bakar dll dan khusus pada malam likuran disajikan makanan dengan tempat takir yang terbuat dari daun pisang dan diisi dengan nasi dan lauk pauknya, dibawa ke tajug diadakan tukar menukar takir sehingga setiap orang tidak makan dari takirnya sendiri. Biasanya anak-anak di atas pukul 13.00 keluar rumah untuk menunggu bedug magrib yang disebut ”nggolet sep”. Sep sendiri berarti sore hari di mana matahari mulai tenggelam. Bahasa Sundanya nggolet sep adalah ngabuburit. Untuk mencari sep kebanyakan menunggu di setasiun Legok karena di sana berkantor pak Cheff (baca sep) yaitu Kepala Stasiun Kereta Api Legok. Anak-anak yang tidak pernah naik kereta api kalau menunggu waktu buka puasa (nggolet sep) cukup duduk di batang-batang besi di bawah jembatan Kali Mbawang dan kalau kereta lewat sambil duduk di besi-besi tersebut seolah-olah naik kereta beneran. Betul-betul........ alangkah nikmatnya naik kereta api padahal hanya duduk di besi jembatan saja dan tidak bayar lagi.

Makan sahur dilakukan pada pukul 24.00 dengan membunyikan bedug di mesjid. Sekarang makan sahur pada sekitar pukul 03.30. Bayangkan orang dulu puasanya mulai dari pukul 24.00 sampai 18.00 sore hari berikutnya (18 jam), bandingkan dengan sekarang yang puasa mulai pukul 04.00 sampai dengan 18.00 (12 jam). Yang melakukan sahur secara benar adalah keluarga Asmungi yang sahurnya pukul 03.30 , namun karena tidak umum sering ditertawakan. Masa yang ditunggu setelah berpuasa selama 30 hari adalah Idul Fitri., bermaaf-maafan dan wisata ke Waduk Penjalin di Petuguran dengan sepeda atau jalan kaki melalui Legok dan Kranggan.

Kueh/makanan yang sering dibuat untuk lebaran adalah klonyom yang dibuat dari kacang tanah yang direndam dalam air panas diberi garam sedikit selanjutnya dikuliti. Walaupun lapar, anak-anak yang disuruh menguliti kacang tidak berani makan karena kata orang tua sudah ditambahi kencing jadi asin. Memang apa yang dikatakan orang tua zaman dahulu masih sangat dipatuhi anak-anaknya. Kueh lain adalah kembang goyang. Ayam dibuat opor atau goreng. Ayam umumnya dipelihara sendiri atau kalau kurang belanja di Pasar Ajibarang pada saat prepegan (satu atau dua hari sebelum lebaran), dipotong sendiri dan dibuang bulunya. Waktu mencabut bulu ayam tidak boleh ngobrol karena kalau mencabut sambil bicara bulu ayam akan tumbuh terus sehingga pekerjaan menjadi tidak selesai/lama. Itulah cara mendidik orang tua yang halus dan dapat ditiru. Kalau ada yang meninggal suguhan makanannya khas yaitu gebing yang terbuat dari kelapa yang diiiris kecil-kecil kemudian digoreng dan tumpi (rempeyek tanpa isi kedele, kacang tanah dan teri) yang lebih panjang dan lebih lebar dari rempeyek biasa dan dimakan sebagai lauknya.

Sekarang beberapa warga memperdalam agama dengan mengikuti pengajian tetap di Karangklesem (Kiai Mustofa). Pengajian malam Jum’at (disebut sebagai yasinan) dilakukan secara kelompok Salah satu warga Karangjongkeng sekarang sedang mengikuti kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri di Purwokerto.

G Perkembangan Sosial Ekonomi

1 Umum

Keluarga-keluarga yang menetap di Karangjongkeng dulu pekerjaan utamanya adalah bertani (buruh tani) dan berdagang. Pekerjaan ini memberikan kontribusi bagi keluarga hanya untuk makan yang pas-pasan saja bahkan cenderung kurang. Kemiskinan sangat dirasakan pada zaman penjajahan Jepang. Beras diangkut oleh balatentara Jepang dengan menipu dengan membunyikan kentongan (dung thong) agar warga masuk ke lubang bawah tanah di pihak lain pada waktu bersamaan tentara Jepang mengambil padi/beras sehingga warga tidak kebagian. Warga dipaksa menanam jarak untuk pembuatan olie yang akan dipakai pasukan Jepang. Kemiskinan sangat merata, sampai-sampai pakaian yang dipakai sehari-hari terbuat dari goni. Rakyat kurang makan sehingga banyak yang terkena busung lapar (hongeroedeem).

Pengaruh dari pendidikan (Sekolah Bestuur/Sekolah Rakyat, Tarbiyatul Athfal, dan Pesantren) yang dijalani di Pasiraman dan usaha perdagangan telah membuka cakrawala baru bagi warga dengan mulai keluar wilayah dan ada yang kawin dengan orang-orang luar, mencari pekerjaan atau melanjutkan pendidikan di luar Karangjongkeng.

Makanan warga terdiri dari nasi, tempe/dages, bongkrek, mugas dan sayur. Makan daging, ayam dan ikan hanya pada waktu lebaran atau hajatan saja. Nasi yang dimakan pada pagi hari merupakan sega saban (bukan nasi baru tetapi nasi kemarin). Menu sehari-hari yang paling banyak dimakan adalah sega bandheng, bukan nasi dan ikan bandeng yang enak itu, tetapi hanya sega (nasi) dengan tambahan kluban-kluban ari mindheng disingkat sega bandeng. Banyak makan sayuran menyebabkan sampai hari ini tidak ada anak yang menderita kekurangan vitamin A yang disebut Xerophthalmia (mata rabun dan kebutaan). Ikan asin didatangkan dari Cilacap oleh Santardji dan merupakan menu tambahan bagi yang mampu membeli. Hampir seluruh warga baik laki maupun perempuan pada waktu yang lalu mempunyai kebiasaan merokok terutama rokok klembak menyan seperti Djirem dan Handojo, bahkan kalau tidak punya uang banyak yang ngelinting sendiri dengan kertas papier cap pinguin atau kelaras/kelobot jagung, namun sekarang sudah jauh berkurang. Tempat menyimpan tembakau disebut slepa yang terbuat dari daun pandan. Ibu-ibu makan sirih (nginang), yang sekarang jarang ditemukan lagi padahal makan sirih baik untuk kesehatan gigi dan mulut.

Pasar sebagai tempat transaksi jual beli secara resmi dulu ada di Pasiraman tetapi sekarang tidak ada.. Yang ada di Legok (Pekuncen) namun untuk keperluan sehari-hari rumah tangga di beberapa tempat warga mendirikan warung (Sudarmi, Dini dan Dulrochim di Pojok, Minah Duki di Ciblawong, Dinol di Blok Tengah dll). Untuk bahan makanan seperti sayur, telur dll dibuka semacam pasar (sekarang samping Kantor Desa Pasiraman Lor dan pertigaan depan bekas Kademangan Pasiraman Kidul), sedangkan makanan masak dijual oleh beberapa orang seperti Wa Lebe menjual mendoan tempa dan dages, Hamdiyah menjual sayuran, Bayi menjual opor ayam, Walem menjual pecel, Niwen menjual pecel, kembang gula jahe dan senghin, Tuyik menjual soto, Bar, Ridem dll. Beberapa keluarga membuat kueh untuk dijual seperti Turiyah (dari Kebon dalem) yang membuat bintul yang terbuat dari singkong.

Dahulu pada musim kemarau (Juli – Agustus) udara sangat dingin khususnya pada malam dan pagi hari. Hal ini menyebabkan sehabis bangun tidur di pagi hari atau sehabis mandi badan terasa menggigil sehingga banyak warga yang nongkrong di depan pawon (tungku) yang terletak di pedangan (dapur) sambil nggodog wedang (masak air). Kebiasaan ini disebut garang. Saking dinginnya, biasanya minyak goreng/klentik yang ada dalam gendhul/cengkli menjadi beku sehingga perlu dipanaskan terlebih dahulu di depan pawon agar lenga turu tersebut dapat mencair.

Bahan bakar untuk masak sehari-hari adalah kayu hutan yang dijual oleh warga Kedunggandu/Glempang dengan dipikul ke Pasiraman. Pernah terjadi serombongan penjual kayu bakar datang ke rumah guru Karsim katanya tadi ada yang mesan pak guru Karsim memerlukan sepuluh pikul kayu bakar. Kontan saja pak guru kaget buat apa beli kayu sebanyak itu. Rupanya ada orang yang iseng sengaja mempermainkan penjual kayu. Kasihan ............ penjual kayu tersebut. Ada kebiasaan warga Pasiraman yang masih berbuat seperti ini. Untuk masak dengan kayu bakar (suluh) peran semprong yang terbuat dari bambu satu ros sangat besar peranannya untuk nyebul dan menghidupkan api di pawon. Kemudian bahan bakart berubah menjadi minyak tanah dengan menggunakan kompor. Anak-anak muda sehabis shalat subuh biasanya membantu orang tua ngileni (mengairi) blumbang agar ikan tetap hidup dengan melihat sumber air di sawah karena biasanya dirusak oleh yuyu (ketam). Anak yang lain becer (belanja) di pasar/warung baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini merupakan modal untuk tidak malu-malu becer sampai sekarang. Kalau becer harus tahu beberapa istilah seperti rini (0,l sen), sen, ketip (10 sen), benggol (dua setengah ketip), karoteng (15 sen), kapat teng (35 sen), karotengah (satu setengah rupiah), kapat tengah (tiga setengah rupiah). Mata uang yang berlaku pada zaman penjajahan Belanda gulden, zaman penjajahan Jepang berlaku uang rupiah, Zaman Perang Kemerdekaan uang ORI (Oeang Republik Indonesia), dan sekarang Rupiah. Tapi sekarang ada sementara warga juga menyimpan uang dolar.

Jam tangan (arloji) dan jam dinding merupakan barang langka. Salah satu pedoman waktu adalah kereta api yang lewat di brug Kurung (jembatan kereta api yang kanan kiri dan atas dikurung pagar besi sehingga tidak jatuh ke sungai) dari arah Purwokerto menuju Patuguran yang menandakan bahwa waktu itu jam 06.00 pagi, padahal kereta api sering terlambat. Untuk buka puasa pada bulan Puasa biasanya kalau ada kelelawar yang sudah keluar dari persembunyiannya di pelepah pisang atau usuk bambu rumah. Anak yang ingin cepat-cepat berbuka puasa memaksakan diri dengan mengogrok-ogrok kelelawar di pelepah pisang untuk keluar agar dapat buka puasa lebih cepat.

Dengan semakin meningkatnya kesejahteraan sosial masyarakat, banyak warga yang mulai membangun rumah menjadi rumah permanen dan semi permanen serta menambah perabotan baik meubelair maupun elektronika lebih-lebih sesudah listrik masuk desa. Penerangan listrik dan televisi sudah dimiliki oleh hampir semua rumah. Demikian pula dengan pesawat telepon baik telepon rumah maupun telepon seluler (hand phone) sudah banyak dimiliki oleh rumah tangga, diharapkan penyebaran informasi dapat lebih mudah ditangkap sehingga akan mempercepat proses pembangunan. Namun beberapa rumah masih dalam kondisi rusak dan kurang sehat, sehingga tidak dapat menampung warga yang tinggal di kota yang akan menginap di Pasiraman untuk bersilaturahmi dalam rangka Idul Fitri, Idul Adha, Muludan, Tujuh belasan dan acara lain seperti ada saudaranya yang menikahkan anaknya, terpaksa menginap di Ajibarang atau Purwokerto.

Sepeda motor yang dahulu hanya merupakan impian belaka, sekarang banyak sekali dimiliki oleh warga, bahkan mobil pribadi juga sudah banyak yang memiliki. Peranan halaman depan tempat menjemur padi zaman dulu telah difungsikan sebagai tempat parkir kendaraan yang aman bila warga yang tinggal di luar Pasiraman seperti Jakarta, Bandung dll pada pulang. Parkir ini gratis, tetapi sampai kapan.......? Dengan mudahnya transportasi (kemudahan infrastruktur dan kedaraan) menyebabkan mobilitas penduduk sangat tinggi karena mobil Angkutan Perdesaan dari Ajibarang ke Tumiyang melewati Pasiraman bahkan sampai ke Karangjongkeng. Mau pergi ke Purwokerto atau Jakarta setiap saat sangat mudah.

2 Sektor Usaha Pertanian

Pada awalnya warga Karang Jongkeng adalah petani dengan lahan terbatas. Pola pengairan sawah di Karang Jongkeng adalah tadah hujan, tidak ada sistem irigasi di sini. Walaupun demikian, pola tanamnya dua kali setahun karena air dari Kali Pliken cukup menjamin tetap tersedianya air untuk sawah. Pola pemilikan sawah pada umumnya adalah bengkok dan ditanami padi dua kali panen setiap tahun. Namun ada juga yang menanam bawang merah dan melati untuk dijual di daerah Tegal, Brebes dan Cirebon. Juragan bawang merah dan bunga melati adalah Ismangil dan Asmungi. Kedua bidang usaha ini banyak menyerap tenaga kerja misalnya tukang roges untuk memotong bawang merah dan kuli pemetik bunga melati.

Pola penggarapan sawah adalah dimulai dengan menanam bibit di petak tertentu yang paling baik. Kemudian membuang sisa batang padi dengan cara membakar jerami, diikuti dengan mengairi dan mencangkul , meluku (membajak), garu, tanam padi, matun atau menyiang rumput atau tanaman pengganggu lainnya, persiapan panen dan panen setelah menunggu selama 4 bulan. Matun merupakan kegiatan yang menyenangkan. Pengganggu tanaman dibuang dan setelah bekerja keras makan makanan yang dikirim dari rumah pakai rantang. Nikmatnya luar biasa makan di sawah setelah bekerja keras walaupun lauknya hanya mendoan tempe/ dages goreng, ikan asin goreng dan oseng kangkung sambil melihat burung blekok mencari kraca. Sebagian petani untuk mendapatkan padi yang landung (panjang tangkai dan bulirnya) melakukan ritual dengan cara berjalan mengitari sawah-sawah di malam hari sambil membawa obor dari merang (tangkai batang padi yang telah kering) dalam keadaan tanpa busana barangkali agar padinya dapat panjang seperti burungnya. Pada musim panen beberapa ibu dan para mbekayu ikut sebagai buruh pemetik padi yang menggunakan ani-ani. Dari hasil panen padi baik dari bertani sendiri atau mburuh(derep), mereka lalu menyimpan padinya setelah dijemur di latar (halaman depan rumah masing-masing) di dalam gebog yang terbuat dari anyaman kulit bambu dengan bentuk silinder (bulat panjang). Nanti bilamana memerlukan beras untuk makan, mereka menjemur lagi sebagian padi agar mudah menumbuk(nutu)nya. Cara menumbuknya dengan menggunakan alu yang terbuat dari batang kayu yang berukuran kira-kira dua meter atau lebih sedikit dengan bentuk bulat panjang. Umumnya pekerjaan nutu di atas tanah yang kering dan keras dilakukan oleh ibu-ibu, misalnya di ruang pedangan atau di bangunan luar rumah tempat menyimpan suluh-suluh (batang kayu bakar) atau dekat kandang ayam (bagi yang mampu). Dulu sekali di Karangjongkeng pernah ada yang punya lesung yaitu alat untuk menumbuk padi terbuat dari batang kayu besar sepanjang 2-3 meter dibuat seperti sampan. Dengan menggunakan alu dan lesung ini ibu-ibu menumbuk padi dengan menumbukkan alunya ke dalam lesung yang telah berisi padi secara bergantian dengan irama yang harmonis dan enak didengar yang disebut kothekan. Setelah era lesung hilang, sebagai gantinya digunakan lumpang yang terbuat dari batu tetapi tidak dapat digunakan untuk kothekan

Pengganggu padi yang sedang dijemur adalah ayam yang suka makan padi, untuk itu perlu ditunggu dari gangguan ayam. Kalau ada ayam yang makan padi yang sedang dijemur ayam diusir pergi dengan perkataan hsh.......hsh. Kalau tidak mau pergi juga dilempar batu. Kalau tetep saja dhelep tidak juga mau pergi maka ayam dibrengkolang saja dengan potongan bambu asal jangan sampai mati saja. Setelah kering disimpan dalam lumbung atau gebog dan diambil sedikit-sedikit untuk ditumbuk (ditutu) menggunakan lumpang dan ditampi dengan tampah dan diayak dengan irig. Namun karena pertimbangan agar tidak banyak yang hilang pasca panen cara bertani berubah. Bibitnya pun dicari yang umurnya lebih pendek dan tahan terhadap hama. Sekarang tidak lagi dikenal pari bengawan dan padi lokal lainnya seperti jenis siyem, wulu dan cere , diganti dengan varietas IR dan lain-lain. Ani-ani diganti dengan arit dan padi disosoh menggunakan mesin penumbuk (huller), dihasilkan padi yang memang hasilnya lebih banyak dibanding bila ditumbuk pakai alu. Sekarang orang mau makan tinggal beli beras saja di toko. Anak-anak sekarang banyak yang tidak pernah melihat tanaman padi dan tidak mengetahui proses pembuatan beras dari padi sehingga pohon padi sering dikatakan pohon beras.

Sehabis musim panen padi, sawah-sawah di utara Karangjongkeng yang masih berupa damen biasanya terdapat banyak walang (belalang). Sehabis turun hujan biasanya walang-walang ini menjadi tlembo tidak mampu bergerak cepat, sehingga anak-anak pada pergi menangkapnya untuk digoreng. Walang-walang yang ditangkap ditususkkan pada lidi yang sudah disiapkan dari rumah. Biasanya satu anak mampu membawa pulang beberapa gandeng lidi yang sudah penuh dengan walang.

Setelah tanam padi beberapa minggu, biasanya di sawah berkembang kraca dan keong. Beberapa ibu dan si mbekayu pada pergi ke sawah untuk mengambil kraca dan keoang ini. Kita yang tidak ikut mengambil kraca dan keong itu biasanya mendapat kiriman jangan kraca /keong yang rasanya cukup nikmat yang cara makannya dengan nyucup dengan mulut karena pantat keong sudah dibuang sehingga mudah di cucup........... mak cup. Ternyata protein hewani yang terkandung dalam walang, kraca, keong dan ikan yang didapat dari sawah dan Kali Pliken sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan kecerdasan otak anak-anak Karangjongkeng.

Lahan pekarangan digunakan untuk menanam tanaman buah-buahan seperti kelapa, nenas, manggis, mundu, duku, pisang, bambu dll. Kelapa digunakan buahnya untuk dibuat serundeng, bumbu kluban, santan dan minyak goreng. Minyak goreng dibuat melalui dua cara yang berbeda. Cara pertama, kelapa diparut dijadikan santan, santan kemudian dipanaskan dalam jadi (wajan besar) menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya, dipanaskan dalam waktu lama sambil diaduk sehingga terbentuk minyak klentik dengan by product (produk sampingan) berupa plendo. Cara pembuatan lainnya adalah dengan merendam kelapa kupasan dalam air di blumbang sampai kelapa hancur (kira-kira satu minggu) lalu dikeringkan, kemudian diperas keluarlah minyak temen dan produk sampingan berupa bungkil. Kedua produk sampingan merupakan makanan yang ”nggusto banget” untuk disantap bersama teh panas. Pokoknya menjadi makanan yang ”istimembleh”. Dalam kurun waktu kemudian rupanya minat generasi muda berkurang di sektor ini, lagi pula berkurangnya lahan karena dipakai untuk membangun rumah-rumah baru sehingga pemanfaatan lahan tidak maksimal.

3 Sektor Usaha Peternakan dan Perikanan

Sebagian besar rumah tangga memelihara ayam kampung yang pada umumnya untuk dijual. Makan ayam hanya pada waktu lebaran saja atau kalau ada upacara selamatan. Ternak besar seperti sapi dan kambing tidak pernah ada yang memeliharanya, namun beberapa keluarga seperti Muhadi, Sastrosiwan, Mangil, Madmusa, guru Karsim, Asmungi, Muhalil dan Tohirin beternak ikan di blumbang dengan berbagai jenis ikan seperti ikan mujair, melem, ancra, tawes, emas dan lele yang sebagian besar hasilnya untuk dijual pada waktu lebaran. Sebagaimana di bidang pertanian maka pemanfaatan lahan untuk kolam sekarang juga menurun.



4 Sektor Usaha Industri Rumah Tangga

Sektor industri rumah tangga yang sifatnya kecil-kecilan pernah dilakukan beberapa orang, antar lain rokok klembak menyan, mengolah teh wangi dengan mencampur dengan bunga melati dan mengepaknya untuk di pasarkan ke liar desa. Ada pula ibu-ibu yang membuat clebek atau kopi tumbuk .Berupa perusahaan rokok klembak menyan yang dibuat oleh Suhadi dan Dulah Badrun serta teh cap Sari Rasa. Ada pula yang membuat clebek (kopi tumbuk) dan membuat kue-kue antara lain kremes, gula kacang, angleng, wajik klethik dll berdasarkan pesanan atau dijual di pasar Legok.

5 Sektor Pemerintahan

Pada awalnya di Karangjongkeng tidak ada orang yang bekerja di sektor pemerintahan, kecyali guru Karsim yang semula menjadi guru bantu di Sekolah Bestuur. Kemuduab Rakhup menjadi polisi desa (kulisi. Sejak zaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan, kemudian beberapa orang menjadi tentara dimulai oleh Agus Sudharto dan M. Noh. Sementara Ahmad Dahlan dipilih oleh rakyat menjadi lurah pertama Pasiraman Kidul.

Meningkatnya kebutuhan akan pekerjaan dimulai dirasakan mulai akhir tahun 50 an, dimana sebagian pemuda yang tidak melanjutkan pendidikan mulai keluar Karang Jongkeng untuk melamar menjadi :
a. Anggota TNI melalui pendidikan tamtama TNI Angkatan Udara (Muhammad Saefuddin/Cakrabirawa dan Mahtum/Lanuma Husein Sastranegara Bandung).
b. Anggota TNI melalui pendidikan tamtama TNI Angkatan Darat (Khudori/Yon POMAD Ciluar Bogor, Mashud/Yon Intendan Cibinong Bogor dan Rusdi/Yon Tempur 435, Tegal)
c. Sipil Kepolisian (Ansor) yang akhirnya dapat diangkat menjadi polisi penuh di Markas Besar POLRI.
d. Pegawai Bank Dagang Negara (Mardi).

Dewasa ini setelah mengikuti pendidikan formal banyak warga yang telah berhasil menduduki jabatan pemerintahan di Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, BAKIN, Departemen Perhubungan, Departemen Hukum dan HAM, Universitas dll.

6 Sektor Usaha Swasta

a. Pegawai swasta di Truba Jurong (Kasiman, Mustafidin Sutar), perkapalan (Anto) , Hotel (Cahyadi, Arifin, Supriyatiningsih, Anto, Amin, Budi ……………………………………………………...
b. ..............................................................................................................................................................
c. ..............................................................................................................................................................
d. Wirausaha umumnya baru pada sektor perdagangan dan bangunan.

Bukti bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan warga Karang Jongkeng dapat dilihat dari pekerjaan, pendidikan yang dijalani dan sampai akhir 2008 sebagian (22 warga) yaitu Hj. Suwamah, H. Tohir, Hj. Kapesah (Siti Hafsoh), H. Muhalil, H. Warkiman dan isteri, H. M. Kisworo dan isteri, H. Soewardjo dan isteri, H. Marsoedi dan isteri, H. Soedirno dan isteri, H. Sayuti, H. Mustafidin dan isteri, Hj. Nurhayati dan suami, Hj. Sri Wahyuni dan H. Dwijono Kiswuryanto dan nyonya, telah menunaikan ibadah haji ke tanah Suci (Mekah dan Madinah) sebagai salah satu rukun Islam dan menunjukkan juga bahwa kesejahteraan warga meningkat.

H Perjuangan Kemerdekaan dan Pembangunan

1 Zaman Penjajahan Belanda

Kurang banyak informasi pada zaman ini karena sumber informasinya tidak ada sama sekali. Yang jelas akibat berakhirnya penjajahan Belanda maka feodalisme di Pasiraman berakhir. Demang diangkat kembali dan statusnya menjadi Lurah. Sebagian rumah menggunakan ubin dari batu yang dibuat di Parakan Sinjang. Perlu diupayakan untuk menulis sejarah Pasiraman agar para penerus mengetahui secara jelass tentang asal-usul para pendahulunya. Kabar bahwa Jepang menang perang di Asia Tenggara menjadi harapan para pemuda untuk menyambutnya dengan harapan Indonesia dapat merdeka. Para pemuda terpelajar seperti R. Sugoto mendirikan partai yaitu Partindo (Partai Indonesia).

2 Zaman Penjajahan Jepang

Kedatangan balatentara Jepang sangat dinanti-nantikan seluruh rakyat Indonesia termasuk di Pasiraman karena janji Jepang adalah akan memerdekakaan rakyat Indonesia. Nyatanya harapan itu musnah, model penjajahan/kolonial hidup lagi, sehingga rakyat merasa terjadi kesengsaraan yang lebih berat timbul lagi. Beberapa peristiwa yang sangat penting dialami oleh warga seperti :
a. Jepang mengajarkan pada seluruh pribumi bahwa bangsa Jepang adalah saudara tua bangsa Jawa, jadi harus selalu dihormati.
b. Kebudayaan berupa disiplin dan tanggung jawab dalam berbaris, organisasi dan kepatuhan sangat ditekankan dan dimaksudkan untuk menanamkan hormat pada Jepang.
c. Pada zaman penjajahan Jepang dikenal “dung thong” yaitu bunyi bedug dan kenthong sebagai tanda agar penduduk masuk lobang perlindungan. Menurut ceritanya pada saat itu bahan pangan seperti padi diangkut oleh tentara Jepang, sehingga rakyat sangat menderita.
d. Tingkat sosial, pemenuhan kebutuhan sehari-hari untuk sandang dan pangan sangat rendah :
1) Anak sekolah tidak mempunyai baju, baju yang dipakai terbuat dari karung goni dan karet.
2) Banyak orang tidak mampu lagi makan nasi, sehingga makan pada umumnya hanya dengan nasi jagung, oyek atau ubi-ubian lain. Penyakit busung lapar (hongeroedeem) ditemukan di mana- mana padahal tidak pernah terjadi sebelumnya.
3) Banyak orang menjadi pengemis dengan pindah ke kota (urbanisasi pengemis)
4) Kutu kepala (tuma) berkembang biak pada setiap kepala bahkan kutu hinggap di sela-sela baju saking banyaknya. Para ibu yang biasanya memanfaatkan kutu untuk petan sambil ngrasani orang lain menjadi muak melihat banyaknya kutu. Cara memberantasnya dengan menggulingkan botol air panas ........ kreyek kreyek.
5) Tinggi (kepinding/tumbila) yang kalau digithes pakai jari lalu dicium padahal dari dulu kita tahu bahwa kepinding itu pasti bau, berkembang dengan hebatnya. Mereka bukan hanya berada di plupuh, kursi, bantal, dan kasur tetapi juga merambat ke pagar dan dinding.
6) Bekicot yang sebelumnya tidak ada, berkembang biak dengan pesatnya sehingga berada di mana-mana.
7) Anak sekolah diajari lagu-lagu perjuangan Jepang seperti Kimigayo, Umiyukaba dll serta taiso agar kita hormat pada Jepang dan akan berdampak pada pembentukan Asia Timur Raya di mana Indonesia akan masuk di dalamnya.
8) Penduduk diajari dan diharuskan menanam pohon jarak untuk diambil minyaknya untuk keperluan perang.
9) Jepang sudah menguasai Asia Tenggara dan untuk melestarikan kekuasaannya diperlukan tenaga (romusha) untuk membuat jalan, jembatan dll. Rakyat dipaksa ikut romusha dan Durkim dari Pojok dikirim ke Birma. Setelah pulang dari Burma Durkim menikah dengan Kariyah yang gadis Karangjongkeng.
10) Dibentuk organisasi kemasyarakatan, pemuda dan olah raga untuk mendukung Jepang seperti :
a) Di bidang pemerintahan dibentuk Tonari Gumi setingkat RT/RW sekarang.
b) Di bidang keamanan dalam negeri dibentuk seinendan dan kebodan
c) Di bidang pertahanan negara dibentuk heiho (tentara Jepang) dan PETA (Pembela Tanah Air) untuk persiapan keamanan negara Republik Indonesia di masa datang.
d) Organisasi pemuda untuk menjaga keamanan kampung.
e) Di bidang kewanitaan ada organisasi yang disebut Fujingkai. Pakaian yang dikenakan waktu itu baju dan rok yang masih asing bagi wanita masa itu. Pimpinan Fujingkai di Pasiraman adalah Ibu Dirah.
f) Beberapa orang wanita yang dipandang cantik ditugaskan menjadi penghibur dan melayani tentara Jepang.

3 Zaman Mempertahakan Kemerdekaan

a. Pembentukan laskar rakyat. Rusmadi menjadi penabuh tambur dan peniup terompet Pemuda Ansor yang handal. Anggota Hisbullah direkrut menjadi TNI termasuk Muh. Noh (kakak H. Tohir), Agus Sudharto dari BPRI juga direkrut menjadi TNI.
b. Agresi I. Untuk menghindari serangan NICA dan anteknya, sebagian besar warga mengungsi ke Tipar (tempat Setiasih lahir), Jurangmangu, Kedunggandu, Glempang dan Tumiyang. Tempat tinggal warga pengungsian di parit-parit kering yang ada di hutan. Warga sangat menderita karena tidak ada makanan. Makanan yang ada di hutan dimakan seperti slempat dan pakis dengan nasi jagung. Anak-anak mencari mbrete (strawberry hutan) yang terdapat disepanjang kali Pliken di desa Glempang dan Tumiyang.
c. Agresi II. Belanda kembali menyerang. Belanda menembaki pejuang yang lari ke Kuburan Tumempek, satu orang gerilyawan gugur. Serangan berhenti setelah PBB melalui Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Australia, Belgia dan Inggeris minta gencatan senjata/pertempuran dihentikan/case fire, umumnya orang membacanya sisfayer.
d. Tentara Siliwangi yang hijrah ke Yogyakarta (daerah kekuasaan republik) kembali ke Jawa Barat melalui Pasiraman. Disambut dengan hangat dengan memberikan makanan dan minuman untuk mengobati rasa haus dan lapar.
e. Achmad Dahlan menjadi pimpinan Cabang Nahdlatul Oelama Pekuncen.
f. Pada dasarnya ekonomi masyarakat sangat lemah. Uang tidak punya, sehingga sering terjadi barter. Contohnya tukang cukur menetapkan harga satu kepala dari orang yang akan dicukur baik potong polka, gindul pacul, crew cut atau biasa dengan membayar sebutir kelapa. Jadi satu kepala dibayar dengan satu butir kelapa.

4 Zaman Pasca Mempertahankan Kemerdekaan

a. Seorang putra Karangjongkeng Muh. Noh bekas anggota Laskar Hisbullah bergabung dengan TNI, pada waktu bertempur dengan DI/TII di kawasan Salem, Bantarkawung Bumiayu terkena tembakan musuh dan Sersan Mayor Kasum dan Kapten Suratno gugur di medan pertempuran. Muh Noh dirawat di RST Magelang karena peluru masih bersarang di paru-parunya dan dokter tidak dapat mengeluarkan sehingga meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tidar di Magelang.
b. Agus Sudharto merupakan anggota BAPRI yang bergabung dengan TNI dan sebagian besar waktunya bertugas di daerah DI/TII di Tegal dan Brebes yang merupakan basis daerah Gerakan Banteng Nasional IV (GBN IV) di bawah komando Overste Ahmad Yani dengan komandan Operasi Mayor Surono, Kapten Yasir Hadibroto, Kapten Ali Murtopo dan Kapten Pujadi yang berusaha menumpas pemberontakan DI/TII. Warga Pasiraman pernah menyaksikan Sersan Daryun yang mengadili tawanan DI/TII. Sebagian besar hidupnya, Agus Sudharto bergabung dalam Batalion 435 di Tegal.
c. Tokoh DI/TII yang palimg ditakuti adalah Musron yang katanya tahan ditembak atau sakti karena punya jimat. Juga Mingun seorang anggota DI/TII asal Banjaranyar yang adalah bekas murid Sekolah Rakyat Pasiraman seangkatan dengan Suwardjo. Sebagai anggota DI/TII sering datang ke Pasiraman barangkali untuk bernostagia. Sewaktu pemberontakan DI/TII, desa Pasiraman relatif aman karena letaknya yang jauh dari pusat-pusat DI/TII dan pimpinan DI/TII adalah bekas murid Sekolah Rakyat Pasiraman. Sekali-kali saja DI/TII lewat desa Pasiraman yang selanjutnya diusir oleh TNI melalui pertempuran di sawah dan sekitar kali.. Namun demikian beberapa keluarga memilih pindah ke Purwokerto. Pernah ditemukan kepala seorang korban pembunuhan oleh DI/TII di tengah jalan di depan Kademangan Pasiraman Kidul. Pernah terjadi clash antara DI/TII dengan TNI di Pasiraman yang mengakibatkan Bau Talab tertembak dan meninggal.
d. Untuk menghindari masuknya DI/TII ke Pasiraman, sekeliling desa dibangun pagar dari bambu berjajar dua (jaro = jajar loro) agar kuat. Pintu jaro hanya terbuka di jalan keluar desa seperti di Pojok, Kebon Gedang dan Selatan Klinik. Para penjaga keamanan melakukan inderlaag (kontrol) seluruh desa. Tanggung jawab keamanan adalah OPR (Organisasi Pertahanan Rakyat) di bawah komando BODM (Bintara Onder Distrik Militer) setingkat dengan Koramil sekarang.
e. Sewaktu penumpasan DI/TII, Pasiraman dijadikan pusat komando. Pada dasarnya Pasiraman tidak dijadikan target DI/TII namun pernah terjadi pada pagi hari para pedagang dari Karang Jongkeng yang akan pergi ke Pasar Ajibarang pernah menemukan barang setelah diangkat ternyata kepala manusia korban kekejaman DI/TII. Rupanya ini untuk menakut-nakuti warga Pasiraman agar tidak membantu DI/TII. Karangjongkeng dijadikan tempat beberapa anggota tentara dari Resimen 13 Pamungkas Divisi Diponegoro (Letnan Hartono, Letnan Wahyudi, Sersan Mayor Sapuan dll), Batalion 445, 448 dll. Halaman depan dijadikan lapangan bulu tangkis.
f. Anak-anak muda seperti Suhad, Mahtum, Khudori, Kamali, Soedirno dan Mashud memiliki kreatifitas yang cukup baik. Mereka adalah arsitek gedung dan air kampungan dengan membuat miniatur gedong di belakang rumah Asmungi meniru rumah model mutahir waktu itu (rumah Madreja) dan saluran air bertingkat seperti jalan raya jembatan Semanggi di pinggir Kali Pliken yang banyak tuk (mata air)nya. Di belakang rumah Muhalil dibuat bioskop dengan menjalankan gambar di tali yang ditarik dan disorot pakai lampu sehingga bayangannya berjalan/bergerak seperti gambar hidup. Orang-orang bersorak sorai melihat gambar hidup itu. Di tempat lain pemuda seumur itu tidak pernah terpikir membuat miniatur saluran air, jalan semanggi dan rumah gedongan serta bioskop.Namun oleh ulah jail anak-anak lain yang tidak menyukai kesuksesan mereka, bangunan miniatur gedong dihancurkan pada malam hari. Saluran air yang ada di pinggir Kali Plken terbawa banjir.
g. Pemuda yang sudah merasa tidak ingin menjadi beban orang tua seperti Nursin, Rusmadi, Tapsir, Mardi, Muhammad, Suhad, Khudori, Ansor, Mashud, Mahtum dan Rusdi meninggalkan Karang Jongkeng untuk mencari pekerjaan. Nursin dan Muin bekerja di Dinas Pekerjaan Umum di Jakarta. Kita mendengar pertama kali perkataan CSW dan Mistik (Mayestik) karena disinilah kedua orang tersebut bekerja. Tempat tinggal di Jakarta umumnya berkumpul di Bedeng Ung Blok S Kebayoran Baru.
h. Rusmadi menghabiskan sisa waktunya di Sampang dan kawin dengan gadis pujaannya Maryatun anak seorang haji di Sampang. Rusmadi menghabiskan sebagian besar waktunya menjadi tukang jahit, tetapi hobi main kroncong dengan gitarnya tidak ditinggalkan dan tetap dipakai. Satu hal yang membuat Rusmadi yang kemudian berganti nama Masruri dikenal adalah menjadi anggota Partai Masyumi, padahal seluruh warga Pasiraman adalah pengikut Nahdlatul Ulama yang fanatik. Tapsir dan Suhad bekerja di pembangunan perumahan. Mardi bekerja di Bank Dagang Negara. Muhammad dan Mahtum melanjutkan karirnya di AURI, sedang Khudori, Mashud dan Rusdi masuk Angkatan Darat. Ansor menjadi pegawai sipil Markas Besar Polri waktu Kapolri dijabat pak Hugeng dan Anton Sudjarwo akhirnya menjadi Polisi.
i. Para pemuda tanggung mempunyai hobi yang menarik seperti main burung dara (dor-doran dara) dengan melepas burung jantan di Anjatan, Pal, Brug Kurung, Brug Abang, Tumiyang, Dukuh Sawen, atau Dukuh Waluh dan turun di Karangjongkeng dengan cara diklepek. Agar semua siap maka burung diberi sawangan yang berbunyi seperti sirene. Hobi lain anak-anak adalah mencari dan menangkap belalang di sawah untuk dimakan (digoreng). Perburuan dilakukan pada waktu musim hujan saat dimana belalang ”tlembo” atau jalannya lembek sehingga mudah ditangkap, lumayan untuk menambah konsumsi protein hewani yang jarang dimakan. Karena belalang ditangkap pada waktu hujan turun, sering bersamaan dengan datangnya petir (gledek) sehingga kemungkinan disambar petir sangat besar. Namun alhamdulillah tidak ada yang disambar petir.
j. Mencari jangkerik sehabis sholat subuh di sawah juga dilakukan untuk mendapat jangkrik untuk diadu atau dinikmati suaranya sewaktu ngenthir Mencari jangkrik dilakukan dengan mendengarkan bunyi jangkrik dan menemukan lobang tempat tinggalnya dan sering yang ditemukan bukan jangkrik tetapi ular. Adu marmut juga merupakan mainan anak-anak muda (Kamali, Khudori, Tontowi, Soedirno, Ahmad). Juga banyak dilakukan menangkap ketunggeng atau kalajengking yang berwarna hitam ungu dan yang berbisa dan berada diantara batu-batu ”tambleg” (pinggiran benteng jalan yang terbuat dari tumpukan batu, disela-selanya terdapat lobang tempat ketunggeng tinggal. Ketunggeng kemudian diadu dengan yuyu atau bangkong. Yah ............. pasti bangkong dan yuyunya kalah disengat ketunggeng.
k. Hobi lain yang mendatangkan uang adalah mancing ikan di kali dan ”marak dengan cara mengkong ” (mencari ikan di kali dengan membuat pengkongan/bendungan di kali, airnya dikuras sehingga ikan mudah ditangkap). Ikan yang banyak ditangkap antara lain benter, uceng, udang, lele, lempon, kekel, lunjar dan nyongo. Yang paling tidak disukai adalah bila yang tertangkap adalah lele theot.atau yuyu.
l. Sayuti yang suami dari Setiash pernah menjadi Kepala Desa Pasiraman Lor selama dua periode.

5 Zaman Pembangunan

Sejalan dengan kesadaran akan perlunya pendidikan, banyak anak keturunan yang mulai sekolah di Ajibarang, (Warkiman pernah menjadi Direktur SMP Negeri Ajibarang), di Purwokerto dan lain kota untuk meneruskan pendidikan tingggi di Bogor, Jakarta, Yogya, Jombang dll. Bahkan beberapa orang di antaranya ke luar negeri (Negeri Belanda, Belgia, Denmark, Inggeris, Amerika Serikat, Singapura, Philipina, Jepang, Australia, Thailand, Sri Lanka dan lain-lain) yang hasilnya banyak keturunan memegang gelar sarjana strata II (S-II) yang bekerja di berbagai bidang dan tinggal di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya, Semarang, Magetan dll.

Dalam, kurun beberapa dasawarsa telah terjadi reformasi nama warga. Pada zaman feodal nama yang berawal Soe….. dan berakhir .........jo/mo/no/yo adalah tabu buat warga Karangjongkeng. Nama dengan awalan Soe menurut warga tidak cocok, tidak kuat drajat katanya. Nama para perempuan biasanya berakhir dengan ……em (Kurem, Sajem, Rikem dll) atau berasal dari nama Islami (Muslimah, Muniah, Kapesah/Siti Hafsah dll). Nama kaum laki-laki berawal San….. (Santarji, Sanarip dll), Mad…….. (Madmusa, Madiksan, Madurkim dll) dan nama Islami (Usman, Sarbini, Mahful, Sapingi dll). Keadaan mulai berubah dengan mulai berani menggunakan awalan Su …….jo/mo/no/yo, dan ………. wati. Pada zaman pembangunan sulit dicari nama anak-anak dengan awalan Su ……………, karena sebagian besar anak-anak namanya terdiri dari 2 atau 3 bahkan ada yang 5 suku nama seperti Agung Purwo Prakoso, Rafi Ariansyah Ibrahim , Muh. Akbar Nugroho, Anggia Dwi Setiyowati, Muh. Alkindi Raka Diva, Eria Gusti Rais Fadel dan Amanda Fortun Arum Sekar Laras. Sungguh kebebasan (memberi nama anak) telah merasuk ke sanubari warga Karang Jongkeng.

Untuk memudahkan komunikasi antar warga sebagian besar warga sekarang telah memiliki pesawat telpon rumah atau genggam (seluler), internet, komputer dan laptop. Ini memudahkan warga dalam menulis buku. Anak-anak muda kalau ingin maju harus mampu mengoperasikan komputer (laptop) dan internet.

III. KESIMPULAN

Karangjongkeng merupakan suatu blok (guthek) kecil seluas kira-kira 2,5 ha terletak di Desa Pasiraman Kidul, Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumaspersis di pinggir Kali Pliken pada ketinggian 290 meter di atas permukaan laut. Pasiraman ini semula bernama Karangwuni. Karangwuni merupakan tempat dimandikannya jenazah Raja Mataram Sunan Amangkurat I. Sebagai tetenger Karangwuni ditetapkan menjadi desa perdikan dan namanya diganti menjadi Pasiraman dengan kepala daerahnya seorang demang. Pembagian desa menjadi dua yaitu Pasiraman Lor dan Pasiraman Kidul cukup unik. Sebagai warga Pasiraman, dipandang perlu untuk menyarankan kepada pemerinrtah desa Pasiraman Lor dan Pasiraman Kidul agar berupaya untuk menoleh ke belakang menulis sejarah Pasiraman. Letak Pasiraman yang strategis di sentra Kecamatan Pekuncen menjadikan desa ini menjadi pusat kegiatan sejak dulu seperti pendidikan (Sekolah Bestuur), pemerintahan (berbagai kantor dinas dan klinik) dan bahkan komando melawan pemberotakan DI/TII yang ditempatkan di Pasiraman. Ahmad Dahlan seorang putra Karangjongkeng merupakan kepala desa Pasiraman Kidul pertama yang dipilih secara demokratis.

Karangjongkeng mengalami berbagai kisah dari masa ke masa. Di bidang kekeluargaan, semula yang berdiam di blok/guthek ini ada 9 rumah tangga inti yang kemudian berkembang menjadi lebih dari 150 rumah tangga yang tersebar di beberapa tempat, baik di Pasiraman maupun di luar Pasiraman. Sejak awal penduduk di sini kehidupannya sangat kental religi. Keislamannya yang menghasilkan warga yang penuh iman dan taqwa dibawa oleh warga dan keturunannya dari waktu ke waktu. Ini membawa dampak pada kehidupan sehari-harinya sampai saat ini yang menghasilkan kisah sukses dalam menjalani kehidupannya di manapun berada.

Pada waktu Agresi I dan II warga Karangjongkeng mengungsi ke Tipar, Kedunggandu, Jurangmangu, Tumiyang Udik, Kuthiang dan bahu berbahu dengan para pejuang kemerdekaan. Walaupun sekolah dibakar, proses belajar mengajar berlangsung terus termasuk pada waktu mengungsi di Tumiyang Udik. Warga dan keturunannya sangat menginginkan agar anaknya dapat mencapai tingkat pendidikan yang setinggi-tingginya. Sejak awal kemerdekaan segala daya dan upaya dilakukan untuk menyekolahkan anak pada tingkat yang lebih tinggi. Sampai saat ini telah dihasilkan warga yang menamatkan pendidikan Akademi/Program Diploma III sebanyak 20 orang, Sarjana Strata I sebanyak 58 orang, Sarjana Strata II sebanyak 9 orang dan Doktor (Sarjana Strata III) sebanyak 3 orang melalui pendidikan baik di dalam maupun luar negeri.

Di bidang kesejahteraan masyarakat, tingkat sosial ekonomi meningkat yang dapat dilihat dari perkembangan pembangunan rumah, fasilitas rumah tangga, kemampuan meningkatkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi, kemampuan menunaikan ibadah haji dll.

Berbagai posisi dalam pemerintahan maupun swasta telah ditempati warga Karangjongkeng . Di bidang pemerintahan ada yang bekerja di Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kehutanan, Departemen Perhubungan, Departemen Hukum dan HAM, Universitas, TNI/POLRI, Departemen Sosial, BAKIN, Bank dan lain-lain. Demikian pula posisi di usaha swasta.

Kalau kita telusuri kembali ke belakang kepada kehidupan orang-orang tua kita, kesuksesan ini di antaranya merupakan hasil upaya para pendahulu kita yang tidak lelah-lelahnya selalu berdoa siang dan malam serta shalat malam/tahajud agar anak keturunannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan agamanya.


Bab V. PENUTUP

Sebagai orang yang pernah minum jernihnya air Kali Pliken, keramahan warganya dan keguyub rukunan warga Karang Jongkeng sampai menjadi dewasa dan beranak pinak, sudah sewajarnya seluruh keluarga besar warga Karang Jongkeng baik yang tinggal di Pasiraman maupun di luar Pasiraman mengucapkan terima kasih kepada para leluhur yang telah mendidik dan mengarahkan seluruh warga dan keturunannya sehingga mampu menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat. Sebagai warga Pasiraman sangat didambakan dapat ditulis sejarah Pasiraman yang betul-betul didasarkan pada sumber data yang akurat dan dapat dipercaya.

Penyusunan buku ”Karangjongkeng, Dari Masa Ke Masa ”dimaksudkan untuk mengenang masa lalu yang sangat berguna bagi generasi mendatang. Dengan membaca dan mendalami ”Karang Jongkeng, Dari Masa Ke Masa” diharapkan seluruh warga akan sadar betapa leluhurnya dengan penuh ketaqwaan dan keimanan telah berjuang mati-matian untuk kebahagiaan anak cucunya agar mejadi anak yang soleh dan berguna untuk nusa, bangsa dan agamanya.

Tulisan tentang Karang Jongkeng ini tersusun berkat bantuan dari warga seperti H. Tohir, Ansor, H. Kisworo, H. Soewardjo, H. Marsoedi, H. Soedirno, Hj. Nurhayati, Kasimansyah, Sumeri dll. Untuk itu perlu diucapkan rasa terima kasihnya, di sela-sela kesibukan dan daya ingat yang makin menurun (maklum sudah semakin sepuh) namun masih mampu memberikan darma baktinya dalam penyusunan tulisan ini. Meskipun demikian, disadari bahwa masih banyak informasi yang belum sempurna karena sumber informasi yang terbatas.

Kepada seluruh kerabat Karang Jongkeng perlu diucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bantuannya memberikan informasi yang sangat berguna bagi penyusunan buku ini. Diharapkan semua warga memiliki dokumen ini sebagai pegangan untuk dijadikan cermin sejarah masa lalu untuk diteladani dan diperbaiki di masa yang akan datang. Kepada warga Pasiraman khususnya para perangkat desa Pasiraman Lor dan Pasiraman Kidul kiranya perlu segera menulis dan menerbitkan sejarah tentang Pasiraman agar generasi sekarang dan yang akan datang dapat memahami tentang Pasiraman.secara benar.

Jenang selo wader kali sesonderan apuranto yen wonten lepat kawulo. Mohon dibukakan pintu maaf sebesar – besarnya bila terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam penyusunan tulisan ini karena kita semua ini adalah manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan. Untuk itu masih terbuka lebar-lebar upaya perbaikannya.

Sebagai tambahan disajikan beberapa pengalaman pribadi warga Karangjongkeng terutama pengalaman dan atau kenangan sewaktu di Karangjongkeng dan pengalaman lainnya yang cukup menarik/unik untuk dibaca. Pengalaman-pengalaman ini disajikan dalam lampiran VII dengan judul “Pengalaman Para Mitra”. Disamping itu disajikan pula nostalgia dolanan zaman dulu agar kita bisa senyum mengenang lucunya dolanan masa lalu (Lampiran VIII), sedang Lampiran IX berupa kata-kata mutiara yang dapat dijadikan pegangan kita semua dalam mengarungi kehidupan.

Akhirnya hanya kepada Allah swt kita memohon kiranya selalu menganugerahkan hidayah dan petunjukNya agar kita mendapatkan jalan yang benar menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Amien ya robbal alamiin.

Billahit taufiq wal hidayah Wassalamua’laikum warohmatullahi wabarokatuh.

Jakarta, Juli 2009

No comments:

Post a Comment